Alat Vital Pria Mengkeret Karena Polusi, Eksistensi Manusia Terancam

| 25 Mar 2021 12:22
Alat Vital Pria Mengkeret Karena Polusi, Eksistensi Manusia Terancam
Ilustrasi: Terong sering disimbolkan sebagai alat vital laki-laki. (Foto: Dainis Graveris/Unsplash)

ERA.id - Bila kamu masih perlu satu lagi alasan untuk peduli pada isu perubahan iklim, barangkali kamu perlu tahu bahwa polusi tak hanya berpotensi memerangkap Bumi pada malapetaka global. Polusi ternyata juga mengganggu perkembangan reproduksi manusia, termasuk memperkecil ukuran penis laki-laki.

Melansir dari Euronews, seorang pakar epidemiologi dan ilmu lingkungan, Dr Shanna Swan, dalam bukunya 'Count Down' (Simon & Schuster, 2021) mengatakan bahwa bahan kimia buatan berpengaruh pada ukuran penis pria.

Selain itu, ia menyebut bahwa peradaban modern ternyata juga menghambat perkembangan reproduksi manusia dan mendesak spesies manusia ke tubir kepunahan.

Buku tersebut menyebut bahwa partikel polutan punya andil pada tingginya tingkat disfungsi ereksi, penurunan tingkat kesuburan, hingga meningkatnya jumlah bayi yang lahir dengan ukuran penis kecil.

"Di beberapa kawasan di dunia, rata-rata orang dewasa berumur 20an tahun saat ini kalah subur dengan kakek nenek mereka saat masih berusia 35 tahun," tulis Dr Swan, sambil menambahkan bahwa situasi ini masuk kategori 'krisis eksistensi global'.

"Bahan kimia di lingkungan, dan gaya hidup tidak sehat, dalam peradaban kita mengganggu keseimbangan hormonal, dan menyebabkan banyak masalah reproduksi."

Terlebih, menurut buku tersebut, spesies manusia memenuhi 3 dari 5 syarat untuk dikategorikan sebagai spesies terancam. "Tak hanya satu," tulis Dr Swan, "kondisi manusia saat ini memenuhi tiga kriteria (sebagai spesies terancam)."

Polutan Elastik

Berdasarkan hasil penelitian Dr Swan, disrupsi reproduksi disebabkan oleh bahan kimia bernama ftalat (phthalate) yang biasa dipakai dalam memproduksi plastik. Bahan ini disebut-sebut mengganggu sistem hormon endokrin pada manusia.

Ftalat sendiri dipakai untuk meningkatkan fleksibilitas suatu bahan kimia. Bahan ini bisa ditemukan di mainan anak-anak, bungkus makanan, deterjen, kosmetik, dan banyak produk lainnya. Namun, Dr Swan meyakini bahwa ftalat ini berakibat sangat buruk pada kesehatan manusia.

Teknologi pengukuran kandungan ftalat pada tubuh manusia sudah muncul di tahun 2000, dan sejak saat itu penelitian Dr Swan berhasil menunjukkan bagaimana bahan kimia ini diturunkan dari orang tua ke bayi mereka, mempengaruhi gairah seksual perempuan, hingga, yang terbaru, mereduksi ukuran penis laki-laki.

Ilustrasi terong

Sang ilmuwan juga merilis penelitian di tahun 2017, yang mencari hubungan antara kandungan polutan serta tingkat kesuburan seseorang. Lewat 185 penelitian terhadap lebih dari 45 ribu lelaki dewasa, ditemukann bahwa jumlah sperma pria di negara-negara Barat turun hingga 59 persen antara tahun 1973 hingga 2011.

Di Eropa sendiri saat ini regulasi lingkungan hidup makin marak, dan berakibat positif. Badan Lingkungan Eropa (EEA) menyatakan bahwa kini eksposur polutan yang dihadapi warga Eropa telah turun 41 persen dibanding dua dekade yang lalu.

Hal tersebut diyakini akan menambah panjang umur warga Eropa hingga sembilan bulan. Dan, diharapkan juga memperpanjang eksistensi manusia di Bumi.

Rekomendasi