AstraZeneca Cantumkan Risiko Penggumpalan Darah di Label Vaksin

| 08 Apr 2021 15:05
AstraZeneca Cantumkan Risiko Penggumpalan Darah di Label Vaksin
Vaksin COVID-19 buatan Oxford/AstraZeneca. (Foto: Wikimedia Commons)

ERA.id - AstraZeneca pada Rabu, (7/4/2021), menyatakan sedang berkoordinasi dengan regulator Eropa dan Inggris untuk mengubah informasi produk pada vaksin COVID-19 mereka setelah pihak berwenang mengumumkan dugaan efek samping langka yang terkait vaksin tersebut.

Regulator, termasuk Badan Pengawas Obat Eropa (EMA), menyebut ada risiko kecil terjadinya penggumpalan darah otak, kondisi yang bernama cerebral venous sinus trombosis (CVST), sebagai efek samping vaksin buatan AstraZeneca bersama Universitas Oxford itu.

"Kedua tinjauan ini menegaskan kembali bahwa vaksin tersebut menawarkan perlindungan tingkat tinggi terhadap semua tingkat keparahan COVID-19 dan bahwa manfaat ini masih jauh lebih besar daripada risikonya," sebut AstraZeneca dalam pernyataan, dikutip dari ANTARA, Kamis.

"Namun, mereka sampai pada pendapat bahwa peristiwa ini memiliki kemungkinan hubungan dengan vaksin dan meminta agar itu didaftar sebagai potensi efek samping yang sangat langka ... AstraZeneca telah secara aktif bekerja sama dengan regulator untuk menerapkan perubahan ini pada informasi produk. "

Efek Samping Jarang Terjadi

Sementara itu, panel penasihat keamanan vaksin Organisasi Kesehatan Dunia, pada Rabu, mengatakan hubungan sebab-akibat antara vaksin AstraZeneca dengan kasus pembekuan darah hingga penurunan kadar trombosit "dianggap masuk akal, tetapi belum terkonfirmasi."

Para ahli independen, yang telah meninjau data global terbaru, menyatakan perlunya suatu kajian khusus untuk memahami sepenuhnya hubungan potensial antara vaksinasi dan kemungkinan faktor risiko.

"Penting untuk dicatat bahwa meski mengkhawatirkan, peristiwa terkait (pembekuan darah) sangat jarang terjadi. Jumlah yang dilaporkan rendah di antara hampir 200 juta orang yang telah menerima vaksin AstraZeneca di seluruh dunia," kata panel itu.

Disebutkan pula bahwa panel WHO itu akan bertemu pekan depan untuk meninjau data tambahan.

Rekomendasi