Rp40 Triliun, Rekor Denda Beijing untuk Alibaba atas Praktik Monopoli Pasar

| 12 Apr 2021 10:53
Rp40 Triliun, Rekor Denda Beijing untuk Alibaba atas Praktik Monopoli Pasar
Kompleks markas Alibaba di Binjiang, Hangzhou. (Foto: Wikimedia Commons)

ERA.id - China memberi denda 18 miliar yuan, atau setara Rp40 triliun, kepada Alibaba Group Holding Ltd, perusahaan raksasa pimpinan Jack Ma, pada Sabtu, (10/4/2021), karena raksasa e-commerce itu melakukan praktik dominasi yang berlebihan sehingga melanggar undang-undang anti-monopoli di China.

Melansir Reuters, denda tersebut, yang nominalnya hanya 4 persen dari pemasukan tahunan Alibaba di tahun 2019, muncul ketika Beijing getol menyidik para konglomerat teknologi dan menunjukkan makin kuatnya kebijakan anti monopoli pasar oleh Beijing terhadap platform internet.

Kerajaan bisnis Alibaba sendiri mendapat pengawasan ekstra usai munculnya kritik pedas Jack Ma, pendiri Alibaba, terhadap sistem pemerintahan China, Oktober lalu.

Sebulan kemudian, otoritas China bahkan menghambat penawaran saham perdana (IPO) Ant Group, lini bisnis Alibaba di bidang teknologi pendanaan, yang digadang-gadang bakal menjadi yang terbesar di dunia dengan nilai 37 miliar dolar AS. Pada Desember, otoritas regulator pasar China (SAMR) mengumumkan sedang menyidik Alibaba terkait praktik monopoli pasar.

Meski denda yang dijatuhkan Beijing bisa diartikan sebagai salah satu penyelesaian kasus antitrust yang membelit Alibaba, syarat lain masih harus diikuti oleh Ant sehingga perusahaan itu berpotensi berkurang sekali nilainya.

"Denda ini akan menjadi penyelesaian atas kasus anti-monopoli untuk saat ini. Kasus ini pun menjadi kasus ant-monopoli terbesar di China," kata Hong Hao, kepala riset di BOCOM International di Hong Kong, dikutip dari Reuters.

SAMR menyatakan bahwa Alibaba, yang tercatat dalam pasar saham New York dan Hong Kong, telah "menyalahgunakan dominasi pasar" sejak 2015, dengan cara mencegah para penjual (merchant) yang sudah terdalam di dalamnya untuk mendaftar di platform e-commerce lainnya.

Praktik seperti dianggap SAMR ilegal dan melanggar hukum antimonopoli di China karena menghambat sirkulasi barang secara bebas, dan mencampuri hak perusahaan lain terhadap merchants tersebut, sebut regulator.

Rekomendasi