ERA.id - Para ilmuwan di Inggris mendukung rencana pemberian dosis pemacu vaksin Covid-19 mulai September setelah temuan antibodi protektif hasil imunisasi menurun beberapa pekan sejak pemberian dosis kedua.
Ilmuwan sudah memperkirakan antibodi akan turun setela vaksinasi, dan ini bukan berarti warga dalam kondisi rentan. Namun, melansir The Guardian, (27/7/2021), mereka khawatir jika penurunan antibodi terus berlangsung, efektivitas vaksin bakal berkurang.
Berdasarkan penelitian UCL Virus Watch - yang meneliti sampel darah dari 605 warga yang telah divaksin - antibodi hasil dari dua dosis vaksin Oxford/AstraZeneca dan Pfizer/BioNTech mulai menurun enam pekan sejak suntikan kedua. Di sejumlah kasus, penurunan antibodi mencapai 50% dalam waktu 10 pekan.
Ilmuwan dalam penelitian tersebut menggarisbawahi bahwa vaksin masih efektif menanggulangi Covid-19, namun, hasil riset itu menunjukkan perlunya dosis pemacu terutama bagi para penerima awal vaksin Covid-19 dan juga yang divaksin dengan produk Oxford/AstraZeneca.
"Kami menyadari level antibodi awalnya tinggi dan menurun cukup banyak," sebut Prof Rob Aldridge, pakar epidemiologi penyakit menular dari University College London.
"Kami khawatir jika (antibodi) terus menurun dengan kecepatan seperti sekarang, efek protektif dari vaksin juga akan menurun, dan pertanyaannya adalah: kapan hal tersebut akan terjadi?"
Bulan lalu, Komite Gabungan untuk Vaksinasi dan Imunisasi (JCVI) mendorong sistem kesehatan NHS untuk mempersiapkan dosis pemacu vaksin Covid-19 pada musim ugur tahun ini. Namun, hingga kini belum ada keputusan final yang diambil.
Pertimbangannya, hingga kini belum jelas apakah sisi proteksi dari vaksin sungguh-sungguh menurun sehingga perlu dipacu, dan bahwa negara-negara lain saat ini masih memerlukan pasokan vaksin tersebut.
Tingkat antibodi, meski penting sebagai proteksi, bukan satu-satunya 'benteng' sistem kekebalan tubuh. Antibodi memang dipastikan akan menurun seiring berjalannya waktu dan tubuh mengingat infeksi atau proteksi vaksin lewat sel B.
Namun, jika virus masuk ke tubuh kembali, proteksi berikutnya bisa datang dari sel T, yang akan menghancurkan sel-sel yang terinfeksi dan mencegah penyakit makin memburuk, melansir The Guardian.
"Antibodi bukan alat ukur risiko yang sempurna. Kita tidak tahu apakah ada ukuran pastinya, yang mempengaruhi risiko infeksi atau pemburukan gejala," sebut Aldridge, dilansir dari koran yang sama.
"Namun, kami merasa data kami mendukung ide JCVI terkait dosis pemicu, terutama bagi mereka yang secara klinis rentan, juga mereka di usia di atas 70 tahun, dan semua lansia yang tinggal di panti-panti jompo."