Inggris, AS, dan Australia Bersatu, Diduga untuk Hadang China di Indo-Pasifik

| 16 Sep 2021 11:17
Inggris, AS, dan Australia Bersatu, Diduga untuk Hadang China di Indo-Pasifik
Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato tentang Inisiatif keamanan nasional secara virtual dengan PM Australia Scott Morrison dan PM Inggris Boris Johnson, di Gedung Putih, Washington, AS, Rabu (15/9/2021). (Foto: ANTARA/Reuters)

ERA.id - Inggris, Amerika Serikat, dan Australia mengumumkan kemitraan keamanan antar ketiga negara, yang bertujuan menghadang ancaman China di wilayah Indo-Pasifik.

Kemitraan bernama Aukus itu diumumkan secara bersamaan oleh Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson, dan Perdana Menteri Australia Scott Morrison, via konferensi jarak jauh, Kamis, (16/9/2021), melansir The Guardian.

PM Morrison mengatakan bahwa tim dari ketiga negara akan menciptakan rencana bersama selama 18 bulan ke depan terkait produksi armada kapal selam bertenaga nuklir pertama Australia. Pabrik perakitan kapal selam akan didirikan di Adelaide, Australia, sebut The Guardian.

Dengan ini, Australia menjadi negara ketujuh di dunia yang memiliki kapal selam berbahan bakar nuklir.

"Namun, izinkan saya memperjelas satu hal: Australia tidak akan berupayamendapatkan senjata nuklir atau membangun kapabilitas nuklir sipil," sebut PM Morrison.

The Guardian meyakini bahwa meski tak disebutkan oleh ketiga pemimpin negara itu, China, yang memiliki dorongan ekspansif di Laut China Selatan dan bersikap makin arogan di Taiwan, merupakan faktor pemicu atas munculnya kemitraan ini.

Berbicara dari London, PM Johnson menyebut bahwa ketiga negara, "meski terpisah secara geografis",  adalah sekutu lama.

Seorang pejabat senior AS mendeskripsikan kemitraan antar ketiga negara sebagai "keputusan mendasar, yang bakal mengikat Australia kepada AS dan Inggris dalam beberapa generasi ke depan."

Sementara itu, persetujuan ini praktis mengakhiri kontrak senilai Rp1,28 kuadriliun antara Australia dengan perusahaan Naval Group asal Prancis, yang terjalin sejak 2016. Kontrak militer tersebut selama ini terganggu oleh menggelembungnya biaya produksi dan perubahan desain kendaraan militer yang dibuat perusahaan itu.

Rekomendasi