ERA.id - Kepala intelijen militer Prancis, Jenderal Eric Vidaud dipecat dari pekerjaannya setelah gagal memprediksi perang Rusia di Ukraina. Dia dipecat karena kurangnya keahlian dan kegagalan untuk memberi peringatan sebelum Ruia melancarkan serangan di Ukraina.
Menurut laporan harisn L'Opinion, Jenderal Eric Vidaud, direktur intelijen militer, diberitahu oleh kepala staf angkatan bersenjata pada hari Selasa tentang kepergiannya pada musim panas. Namun Vidaud malah mengumumkan keputusannya untuk berhenti melalui email ke timnya pada Rabu (30/3/2022).
Vidaud diangkat ke pasukan itu tujuh bulan lalu, di mana ia bertugas memberikan intelijen tentang kepentingan nasional Prancis dan keamanan di zona konflik, perkembangan terorisme, kelompok teror, satelit, kapal selam, dan spionase di antara bidang-bidang utama intelijen militer.
Dia menerima kritik dalam militer karena gagal mengantisipasi perkembangan besar, memberikan pengarahan yang tidak memadai, dan kurang keahlian. Pada awal Maret, Kepala Staf Pertahanan Thierry Burkhard secara terbuka menegur dinas intelijen karena gagal memprediksi perang Rusia.
"Amerika mengatakan Rusia akan menyerang, mereka benar. Layanan kami lebih berpikir bahwa penaklukan Ukraina akan memiliki biaya yang mengerikan dan bahwa Rusia memiliki pilihan lain," kata Burkhard ke Le Monde via AA, Jumat (1/4/2022).
Prancis salah membaca Presiden Putin semakin memalukan karena Presiden Emmanuel Macron telah berbicara dengannya secara teratur pada hari-hari menjelang invasi pada 24 Februari 2022.
Spesialis intelijen Prof Alexandre Papaemmanuel mengatakan kepada AFP bahwa terlalu mudah untuk menyalahkan intelijen militer atas kegagalan tersebut, yang terletak pada seluruh komunitas intelijen Prancis.
Sementara itu, beberapa minggu setelah ia mengambil alih intelijen militer, dinasnya mendapat kritik ketika Australia membatalkan kontrak kapal selam multi-miliar dolar dengan Prancis demi pakta keamanan dengan AS dan Inggris. Pakta Aukus muncul tiba-tiba di Prancis dan memicu pertengkaran diplomatik.