ERA.id - Banyak hidangan yang bisa masyarakat santap saat berbuka puasa dan sahur. Ada sederet pilihan yang tersedia baik itu yang dijual di pasaran maupun dimasak sendiri di rumah.
Di antara pilihan ini, makanan lokal semisal ikan gabus pucung khas Betawi yang mungkin saat ini relatif sudah jarang ditemui, bisa menjadi salah satu pilihan.
Dari sisi gizi, dokter spesialis gizi klinik yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Jaya dr. Adelina Haryono, Sp. G. K, AIFO-K mengatakan bahwa hidangan berbahan dasar ikan gabus ini ideal untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh terutama setelah seharian berpuasa.
Ikan gabus dikenal sebagai ikan dengan kandungan protein tinggi yakni sebanyak 70 persen protein dan hanya 1 persen lemak, kemudian albumin yakni jenis protein terbesar yang berperan penting dalam fungsi tubuh, juga mineral seperti zink, zat besi, dan selenium.
Agar hidangan ikan gabus pucung memenuhi prinsip gizi seimbang, maka perlu dilengkapi dengan sumber karbohidrat, misalnya dikonsumsi dengan nasi dan sayur. Setelah menyantapnya, sebaiknya lengkapi dengan konsumsi buah-buahan.
Di sisi lain, dari sisi pengolahan, menurut Adelina, ikan gabus tidak harus digoreng terlebih dahulu sebelum dimasak, melainkan bisa langsung dimasak dengan bumbu-bumbu.
Hal ini dilakukan agar rasanya lebih menyerap, dan dari segi nutrisi pun lebih sehat karena tidak menambah jumlah kandungan lemak jenuh dari makanan yang bergizi ini.
Catatan yang perlu diperhatikan
Adelina yang berpraktik di RS Pondok Indah - Puri Indah itu mengingatkan, selama berpuasa, tubuh berusaha mempertahankan kadar gula darah tetap stabil dengan cara memecah cadangan glukosa yang tersimpan dalam hati.
Cadangan di hati ini terbatas dan dapat habis jika seseorang berpuasa lebih dari 24 jam. Oleh karena itu, saat berbuka puasa, penting untuk mengonsumsi sumber karbohidrat dengan tujuan mengembalikan cadangan glukosa di hati. Karbohidrat yang dimaksud tentunya diutamakan karbohidrat kompleks dengan indeks glikemik yang rendah.
Kemudian, sumber energi tubuh saat berpuasa berasal dari pemecahan lemak dan protein. Namun, penelitian menunjukkan penurunan berat badan pada orang yang berpuasa sering kali disebabkan oleh penurunan massa otot, sedangkan massa lemak tetap atau bahkan meningkat.
Hal ini dapat disebabkan oleh asupan protein yang kurang selama berpuasa dan aktivitas fisik yang menurun, disertai dengan mengonsumsi makanan yang berlebih saat berbuka puasa, terutama dengan makanan yang mengandung tinggi lemak dan tinggi gula.
Adelina menuturkan setelah enam jam berpuasa, jumlah protein esensial turun lebih banyak dibandingkan protein non esensial.
Oleh karena itu, untuk mempertahankan massa otot dan memenuhi kebutuhan protein yang penting dalam pembangunan sel-sel tubuh, asupan protein dari makanan harus tercukupi.
"Pastikan kebutuhan protein dalam satu hari yang biasanya dapat dipenuhi dalam 3 kali makan, dapat terpenuhi saat sahur dan berbuka," saran dia, Senin (26/3/2024).
Untuk memudahkan, seseorang dapat menggunakan besarnya telapak tangan sebagai gambaran jumlah lauk yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein setiap kali makan.
Selain itu, ingatlah untuk memilih makanan yang kaya serat, vitamin, dan mineral saat berbuka puasa antara lain agar buang air besar (BAB) lancar dan keseimbangan bakteri baik di usus terjaga.
Asupan air minum yang cukup juga perlu diperhatikan. Dalam satu hari, rata-rata manusia membutuhkan 1.500-2.000 mL air, atau setara dengan 8 gelas air. Agar kebutuhan cairan terpenuhi, maka dapat diupayakan minum air 4-5 gelas saat berbuka puasa sampai malam hari, dan 3-4 gelas air di saat sahur.
Kemudian, berbicara makanan dan minuman yang sebaiknya tidak dikonsumsi secara berlebihan saat berbuka puasa, ini salah satunya yang mengandung karbohidrat sederhana terutama gula dari makanan atau minuman manis, makanan olahan aneka tepung seperti kue-kue, gorengan, aneka bubur, atau kolak.
Es selendang mayang dan bubur pacar cina, menurut Adelina, sebenarnya termasuk yang kurang ideal dipilih sebagai makanan berbuka puasa. Keduanya terbuat dari bahan dasar yang sama yaitu tepung yang dicampur dengan gula pasir atau gula merah, dan diberi santan.
Sementara itu, asupan gula dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah, mudah lapar, serta mengganggu metabolisme tubuh secara umum.
Jika dibiarkan terjadi dalam jangka panjang, lonjakan gula darah ini berisiko menyebabkan berbagai penyakit, seperti diabetes, stroke, serangan jantung, dan penyakit pembuluh darah kecil.
"Terlebih, kalori yang terkandung dalam satu porsi es selendang mayang cukup besar, yaitu sekitar 200-250 kkal," kata dia.
Tetapi, bagi mereka yang ingin berbuka puasa dengan es selendang mayang atau bubur pacar cina, sebaiknya memisahkan santan dan gulanya sehingga dapat menambahkan sendiri secukupnya. Cara ini dapat membantu untuk membatasi porsi nutrisi yang kurang baik dan menyeimbangkan nutrisi makanan.
Selain itu, makanan yang digoreng sehingga mengandung lemak jenuh yang tinggi juga sebaiknya tidak dikonsumsi berlebihan saat berbuka puasa. Puasa memiliki manfaat menurunkan berat badan dan menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh dan mengonsumsi lemak jenuh yang berlebih justru bertentangan dengan manfaat baik dari puasa.
Di sisi lain, minuman seperti kopi, teh, dan minuman berenergi perlu dihindari karena dapat menyebabkan jumlah urine yang dikeluarkan menjadi lebih banyak (diuretik).
"Dalam kondisi badan yang rentan kekurangan cairan setelah berpuasa dalam waktu yang lama, sebaiknya minuman ini dihindari agar tidak memperberat dehidrasi," saran Adelina.
Alih-alih minuman tersebut, lebih baik mengonsumsi satu hingga dua gelas air putih terlebih dahulu untuk berbuka puasa. Selain air putih, masyarakat dapat juga mengonsumsi air kelapa (tanpa sirup atau gula) karena selain mengandung cairan, air kelapa juga mengandung elektrolit.
Sementara itu, saat sahur, masyarakat disarankan tetap menerapkan menu yang seimbang, yaitu terdiri dari sumber karbohidrat, protein dari lauk hewani atau nabati, lemak, serta vitamin dan mineral.
Sumber karbohidrat yang diutamakan adalah karbohidrat kompleks agar rasa kenyang bertahan lebih lama, seperti nasi cokelat, kinoa (quinoa), ubi, kentang, kacang-kacangan, lentil, polong, sayur, atau buah.
Lemak yang dikonsumsi juga diutamakan lemak baik, seperti yang terkandung dalam kacang kacangan, ikan laut, atau alpukat.
Penting untuk membatasi asupan lemak, terutama lemak jenuh dan lemak trans, dengan membatasi asupan makanan yang digoreng, mengandung margarin, kue-kue, biskuit, keripik kentang, dan lain-lain.
Lalu, penuhi kebutuhan vitamin dan mineral dari asupan sayur-sayuran dan buah. Asupan vitamin dan mineral terutama harus dipenuhi karena merupakan komponen penting untuk daya tahan tubuh yang baik, sehingga membantu menjaga kebugaran selama berpuasa meski cuaca sedang ekstrem.
Untuk memudahkan, maka bisa menggunakan konsep Isi Piringku seperti yang dianjurkan Kementerian Kesehatan, yang meliputi proporsi makanan dengan gizi seimbang.
Jika membagi piring makan menjadi dua bagian, maka 2/3 dari setengah bagian pertama adalah sumber karbohidrat, dan sisanya adalah lauk. Sedangkan untuk setengah bagian kedua diisi oleh sayur dan buah.
"Memastikan proporsi makanan seimbang dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian," kata Adelina.
Kondisi GERD
Khusus bagi orang-orang dengan kondisi khusus, semisal penyakit refluks asam lambung (GERD), dokter spesialis penyakit dalam subspesialis gastroenterologi hepatologi dr. Lianda Siregar, Sp. P. D., Subsp. G. E. H, FINASIM mengingatkan untuk mengenali makanan dan minuman yang memicu naiknya asam lambung baik saat berbuka puasa maupun sahur.
Dia mengatakan, makanan yang aman untuk lambung, seperti karbohidrat, produk olahan dari biji-bijian, buah-buahan, sayuran yang tinggi serat, serta protein nabati dan hewani.
GERD merupakan gangguan pencernaan yang ditandai naiknya cairan asam lambung dari lambung ke kerongkongan dan mengiritasi lapisan bagian dalam saluran pernapasan tersebut.
Pada dasarnya semua pasien GERD boleh berpuasa dan ini diperkuat oleh hasil penelitian Radhiyatam M, dkk berjudul "The Effects of Ramadhan Fasting on Clinical Symptoms in Patients with Gastroesophageal Reflux Disease" tahun 2016.
Hasil penelitian menunjukkan pada pasien GERD yang menjalani puasa Ramadhan, terdapat penurunan gejala klinis dibandingkan dengan pasien GERD yang tidak berpuasa.
Lianda mengatakan ada beberapa alasan terkait membaiknya keluhan GERD ketika menjalani puasa Ramadan, salah satunya adalah karena pola makan menjadi teratur, yaitu hanya pada saat sahur dan berbuka.
Selain itu, asupan camilan-camilan tidak sehat yang biasanya dikonsumsi pada siang hari pun berkurang, sama halnya dengan terhentinya kebiasaan merokok saat berpuasa. Pada bulan Ramadhan, para umat Islam juga dianjurkan untuk menjaga emosi dan mengendalikan diri, sehingga dapat mengelola stres lebih baik. (Ant)