Sisi Lain Kuliner Yogyakarta! Sengsu Alias Tongseng Anjing, Laris Manis tapi Bikin Ketar-ketir

| 31 Oct 2021 08:46
Sisi Lain Kuliner Yogyakarta! Sengsu Alias Tongseng Anjing, Laris Manis tapi Bikin Ketar-ketir
Tongseng Asu (Wawan Hananto/era.id)

ERA.id - Polemik soal anjing seakan tak ada habisnya. Bukan hanya hewannya, seperti soal matinya anjing Canon di Aceh, melainkan juga saat anjing itu diolah sebagai masakan dan disantap.

Ya, menu masakan berbahah daging anjing rupanya masih memiliki penikmatnya tersendiri. Seperti di Yogyakarta, sejumlah warung masih menjajakan menu yang kerap disebut sebagai sengsu—tongseng asu--tongseng jamu, atau menu B1 ini.

Salah satu penjual sengsu terkenal di Yogyakarta berada di sisi timur Jembatan Kewek, di atas Kali Code, tak jauh dari Malioboro, pusat niaga dan wisata kota budaya ini. Alhasil warung ini dikenal sebagai ‘sengsu wetan Kewek’.

Meski tanpa plang nama atau tulisan menu yang dijajakan, warung sengsu di pinggir jalan raya Jalan Abu Bakar Ali, Kotabaru, Kota Yogyakarta ini langsung ditunjuk para penikmat masakan guk-guk ini.

Apalagi warna tempat itu mencolok: warna kuning terang. Tempat berjualan ini sebenarnya warung kaki lima yang sekaligus dijadikan rumah tinggal. Di depan warung ini juga dijual bensin eceran.

Si pemilik warung, Eni (47), menyebut berjualan di situ sejak 1997.

“Sejak itu cuma jualan ini. Sempat ganti usaha lain sebentar tapi balik lagi. Ya rejekinya di sini,” ujar dia.

Tak terlalu lama sengsu disiapkan lantaran daging sudah dimasak sebelumnya. Ia tinggal memanasi, mengadu-aduk sebentar, hingga asap dari kuah pekat tongseng meruap dan meruyakkan aroma khas yang lebih kuat dari tongseng kambing.

Eni lantas mengiris kol dan cabe sesuai pesanan.  Satu porsi sengsu dibanderol Rp13 ribu, plus Rp3 ribu untuk nasi. Bisa dibungkus, bisa pula dimakan di warung Eni yang sempit itu.

“Biasanya buka sore kalau mau magrib, tapi kalau ada yang pesan (sebelum buka) ya ndak ditolak,” ujar dia sambil melayani pesanan Era.id, Jumat (29/10) siang.

Eni menyebut warungnya tak pernah sepi pembeli. Pandemi, menurut dia, bahkan tak terlalu berpengaruh. Dalam sehari, tak kurang 20 porsi bisa dijual. “Dulu pembeli bisa lebih banyak lagi,” kata dia.

Larisnya sengsu Jembatan Kewek antara lain karena warung itu masuk daftar 10-15 penjual masakan daging anjing di Kota Yogyakarta yang didata warganet. Sengsu Eni juga sempat masuk  layanan pesan antar makanan online.

Padahal dia dan keluarganya merasa tak pernah mendaftar. “Kayaknya dimasukin pelanggan,” ujarnya.

Meski banyak pesanan karena jasa online, Eni memutuskan untuk menghapus menunya. Ia khawatir jualannnya menarik pihak-pihak yang tak setuju penjualan menu anjing. “Nanti kalau ada yang datang, ormas-ormas nganu, kalau dilarang gimana,” katanya.

Toh, sejak awal berjualan sengsu di Kota Yogyakarta tak pernah ada pihak-pihak yang melarang atau memperingatkan usahanya itu.

Namun ia mengakui penjual menu masakan anjing di Kota Yogyakarta semakin berkurang dan tak seterbuka dulu. Sejumlah penjaja sengsu juga ketar-ketir karena penolakan untuk mengonsumsi anjing makin kuat. “Setelah di Bantul itu, pada agak jaga-jaga ini,” katanya.

Hal itu merujuk pada penggerebekan oleh polisi pada sebuah rumah jagal anjing di Bantul sebulan silam. Saat itu di sana ditemukan 18 anjing. Di Bantul bahkan terpantau sedikitnya 7 lokasi jagal anjing yang memasok ke warung-warung sengsu. Sudah jadi rahasia umum pula, beberapa warung sengsu beroperasi di Bantul.

Namun Eni menyatakan pasokan daging anjing untuk warungnya aman dan tak pernah kekurangan suplai karena ia mengambil daging dari Kalasan, Sleman.

Dengan berbagai kondisi itu, Eni berharap dapat tetap berjualan menu daging anjing.

“Semua lancar terus tidak ada penutupan-penutupan.  Soalnya ini untuk kebutuhan sehari-hari. kalau ditutup, nanti penghasilan kami yang rakyat kecil ini gimana,” ujarnya.

Rekomendasi