ERA.id - Tidak dapat dipungkiri, plastik banyak dijumpai dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari sebagai tempat pembungkus makanan, wadah atau container minuman, gelas plastik, hingga plastik pembungkus atau tentengan belanjaan.
Tahun 2014, terdapat 3 miliar kantong plastik yang dihasilkan setiap harinya (Earth Policy Institute). Indonesia menggunakan 182,7 miliar kantong plastik setiap tahun dan dari total penggunaan tersebut dihasilkan sampah kantong plastik mencapai 1.278.900 per tahun.
Faktanya, sekitar 3,2 juta ton sampah plastik di Indonesia dibuang di sungai atau laut dan mengancam kelangsungan ekosistem tersebut setiap tahunnya.
Beragam upaya dan inisiatif dari berbagai pihak dalam penanganan secara fisik serta aktivitas sosial telah dilakukan namun permasalahan terkait sampah belum menghasilkan langkah komprehensif.
Salah satu aturan yang telah diterapkan adalah upaya perbaikan sungai Citarum melalui Perpres no. 15 Tahun 2018 terkait pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran Sungai Citarum yang menjadi salah satu inisiatif nyata untuk mendukung upaya penanganan permasalahan sampah di Indonesia.
Citarum Repair, yang berasal dari singkatan Citarum River Plastic Recovery, merupakan sebuah program dari Greeneration Foundation yang bekerjasama dengan Waste4Change dan River Recycle.
Wisya Aulia Prayudi, Education Manager dari Greeneration Foundation menjelaskan bahwa kegiatan Citarum Repair merupakan sebuah kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi polusi plastik di laut dengan melakukan pembersihan sungai sehingga dapat mengurangi sampah yang menuju ke laut.
"Sungai Citarum merupakan penunjang utama ekosistem servis (kebutuhan air baku dan aktivitas lainnya). Namun, 2000 ton sampah/tahun yang masuk ke sungai sehingga Citarum dinobatkan sungai terkotor di dunia," kata Wisya melalui acara virtual Citarum repair talkshow, dari siaran pers Greeneration yang diterima oleh Era.id.
"Citarum Repair di tahun 2020-2022 melakukan berbagai aktivitas mencakup below the line (aktivitas langsung di lapangan seperti, edukasi oleh fasilitator, river clean up, kerjasama dengan local hero) serta up the line (aktivitas secara online seperti kompetisi maupun webinar) untuk membantu menangani masalah di Sungai Citarum," lanjutnya.
Sejalan dengan pemaparan Wisya, Indra Darmawan, Founder Bening Saguling Foundation, turut menyampaikan bahwa dalam menangani masalah sampah di Sungai Citarum diperlukan berbagai faktor seperti pembangunan kebiasaan dalam masyarakat serta penggunaan teknologi yang mumpuni. Hal ini kemudian berdampak pada penurunan sampah di Sungai Citarum.
Taufan Suranto, Citarum Harum TaskForce dan PUPR Expert, juga turut menyampaikan bahwa faktor lainnya yang berpengaruh untuk menangani sampah yang ada dilingkungan kita adalah kerjasama antar berbagai pemangku kepentingan termasuk adanya inisiatif dari masyarakat.
"Ketika punya inisiatif terkait penanganan masalah sampah, jalankan dulu dan kesampingan dulu soal kebijakan maupun perizinan yang tumpang tindih dan kompleks. Memulai langkah dari tingkat masyarakat terkecil yaitu RW. Sehingga, jangan jadikan kebijakan maupun perizinan sebagai alasan dari hambatan yang akan dilakukan dalam upaya yang akan dilakukan," katanya.
Permasalahan sampah di sungai ini jika tidak ditangani segera maka akan berdampak pada jumlah sampah yang ada di lautan. Hal ini dijelaskan oleh Ivonne Milichristi Radjawane, Dosen Oceanography Institut Teknologi Bandung.
"Laut lebih dinamis sehingga dapat menentukan karakteristik jenis sampah. Pulau sampah diakibatkan aliran arus laut yang kuat dan membawa sampah hingga ke titik tertentu karena adanya dinamika aliran di laut yang terjadi secara alami," pungkas Ivonne.