ERA.id - Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengakui belum menemukan solusi yang menyeluruh untuk mengatasi klitih. Ia berharap pencegahan kejahatan jalanan dilakukan oleh keluarga dengan memperhatikan anak.
Hal ini menyusul penangkapan 15 remaja pelaku pengeroyokan di Jalan Tentara Rakyat Mataram, Bumijo, Yogyakarta, Jumat (24/3/2023) pagi yang video sadisnya viral di media sosial. Dari jumlah itu, 6 orang adalah dewasa dan 9 anak-anak. Kejadian itu berawal dari saling umpat di jalanan.
"Upaya lain (selain dari aparat hukum dan keluarga), saya belum menemukan. Lha wong nyatanya disel juga tetap terjadi. Sekarang, bagaimana keluarga itu bisa membangun konsolidasi sendiri. Kalau kebebasan itu dilepas, (anak) pergi tidak pernah pulang, ya susah," ucap Sultan, Senin (27/3/2023).
Menurut Sultan, klitih dapat diatasi jika orang tua punya kemauan untuk membatasi anak. Orang tua perlu lebih memperhatikan keberadaan anak di rumah.
"Di malam hari, orang tua mau bangun untuk lihat tempat tidur anaknya, apakah ditempati atau tidak. Asal orang tua mau begitu, mau membangun dialog yang baik, saya kira hal seperti itu manusiawi dan harus bisa dilakukan," kata Sultan.
Sultan menyatakan saat ini belum perlu memberlakukan jam malam, apalagi hal ini masih menuai pro dan kontra. Adapun rencana pengadaan sekolah khusus bagi anak yang terlibat klitih masih terus ditimbang.
"Kalau ada sekolah khusus, apakah orang tua atau si anak mau. Persoalan sekian puluh tahun yang lalu sama sekarang kan beda. Saat ini (anak) cenderung lebih karena merasa bebas saja," imbuh Raja Keraton Yogyakarta ini.
Sebelumnya, dalam jumpa pers Minggu (26/3/2023), Kapolda DIY menjelaskan kejadian penganiayaan itu bermula saat rombongan korban hendak melakukan perang sarung di daerah Demak Ijo. Mereka kemudian bertemu dengan dua sepeda motor lain dan saling mengumpat hingga terjadi kejar-kejaran.
Di Jalan Wates, rombongan korban bertemu 5 sepeda motor yang kemudian ikut mengejar. Korban N lantas dilempar batu hingga jatuh. Dalam kondisi terjatuh, rombongan pelaku memukul dan menyabet dengan sarung, gesper, menendang dan menginjak badan korban.
Para pelaku dapat dijerat Pasal 170 ayat 2 KUHP dengan ancaman maksimal 9 Tahun Penjara dan Pasal 80 ayat (2) Juncto Pasal 76 C Undang-undang No. 35 tahun 2014, tentang Perubahan Undang-undang No. 23 tahun 2002, tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
"Anak-anak ini perlu dibina sehingga bisa keluar dari kelompok-kelompok ini dan tidak terlibat kejahatan," kata Kapolda DIY Irjen Polisi Suwondo Nainggolan.