Waspada Modus 'Pernikahan Pesanan' ala Mafia China

| 17 Oct 2019 16:41
Waspada Modus 'Pernikahan Pesanan' ala Mafia China
Konferensi Pers TPPO (Rizky Adytia Pramana/era.id)
Jakarta, era.id - Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau human trafficking bermodus pernikahan pesanan diungkap Subdit Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Bareskrim Polri.

Then Tet Lie alias Loly disebut sebagai sosok yang berperan mencari dan memberangkatkan korban ke China dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Loly berhasil menjerat dua korban berinisial AT dan RS yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) dengan iming-iming uang puluhan juta per bulan. Bahkan, seorang di antaranya disebut masih berusia di bawah umur.

Korban berinisial AT, terperdaya oleh tersangka pada November 2015, dia diiming-imingi uang Rp20 juta setiap bulannya asal mau menikahi seorang pria asal China. AT pun kepincut nominal uang tersebut dan kemudian menyetujui tawaran tersebut.

Malangnya, AT baru tahu jika suaminya mengidap keterbelakangan mental saat pindah ke China. Terlebih, setelah beberapa waktu menjalani pernikahan pesanan itu. Janji manis uang puluhan juta yang sebelumnya ditawarkan pun hanya tinggal janji. Tiga bulan usia pernikahan, AT juga kerap menerima tindakan tak menyenangkan, salah satunya yakni selalu menjadi tontonan ketika berhubungan badan dengan suaminya.

"Setelah sampai di China janji tidak diberikan. Setiap melakukan hubungan badan selalu dintonton oleh mertua," ucap Kepala Unit IV TPPO Bariskrim AKBP Hafidz Susilo Herlambang di Mabes Polri, Kamis (17/10/2019).

Barang bukti pelaku perdagangan orang (Rizky/era.id)

AT pun berniat kabur. Singkat cerita, ia berhasil melarikan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) setempat yang kemudian menceritakan kondisi yang dialami. Selanjutnya pihak KBRI pun membantu mengurus perceraian korban dan memulangkan AT ke tanah air.

Baca Juga: Laki-Laki Tua Mencari Jangkrik di Selangkangan

Iming-iming Loly juga berhasil memperdayai RS pada Maret 2018. Hanya saja, tersangka baru bisa memberangkatkannya ke China pada Juni 2018. Setali tiga uang dengan AT, ia juga mengalami nasib serupa, parahnya ia diminta untuk menyerahkan uang ratusan juta sebagai ganti rugi.

"Uang sebesar Rp6 juta setiap bulanya yang diiming-imingi pelaku tak pernah didapat korban. Justru, RS pernah meminta cerai namun disuruh membayar uang ganti rugi sebesar Rp500 juta," Hafidz.

Wanita Kalimantan Jadi Sasaran

Kasus serupa bukan pertama kali terjadi. Pada Juli lalu, tiga orang perempuan korban TPPO dengan modus yang sama asal Kalimantan Barat berhasil dipulangkan dari China. Mereka mengaku disuruh bekerja dan penghasilannya dikuasai keluarga suami yang mengidap down syndrome.

Sebut saja Irma, warga Singkawang, yang menjadi korban kawin pesanan. Ia diberi uang Rp20 juta untuk kawin kontrak dengan pria asal Ghuangzou, China. Ia pun setuju karena terbujuk nafkah puluhan juta dari suami. Namun, suaminya ternyata adalah penyandang disabilitas. Sampai di Ghuangzou, ternyata ia disuruh bekerja sebagai buruh di pabrik sarung tangan milik mertuanya.

Wanita 29 tahun ini juga tak diperbolehkan pulang kampung dan terus dipaksa bekerja tanpa upah. "Pokoknya tidak sesuai dengan harapan," ujarnya kepada era.id, beberapa waktu lalu.

Mafia TPPO beraksi dengan merekrut calon mempelai wanita lewat agen. Para calon pengantin ini bisa dihargai Rp500 juta per orang. Sedangkan para agen hanya memberikan uang Rp20-50 juta kepada keluarga calon pengantin wanita plus tiket ke China bila bersedia menikah pesanan.

Barang bukti pelaku perdagangan orang (Rizky/era.id)

Penangkapan Loly yang seorang agen mafia perdagangan manusia asal China ini, bermula ketika pihak KBRI di Bejing berkoordinasi dengan kepolisian terkait perdagangan manusia berkedok pernikahan pesanan itu. Loly berhasil dibekuk di wilayah Kalimantan. Loly pun disinyalir tak bekerja seorang diri. Seorang agen lain sedang diburu dan masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Satu tersangka atas nama Budi Tan yang berperan untuk mempertemukan korban dengan calon suami masih dalam pengejaran," pungkas Hafidz.

Tags : kriminalitas
Rekomendasi