Bahasa Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat, sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya. Penggunaannya pun semakin luas dalam beragam ranah pemakaian, baik lisan maupun tulisan.
Hal itu berdampak secara langsung melalui ejaan dan pedoman bahasa Indonesia, yang tercatat mengalami beberapa kali perubahan. Berikut tim era.id merangkumnya.
1. Ejaan Van Ophuijsen (1901)
Ejaan yang pertama kali berlaku dalam bahasa Indonesia kala itu masih menggunakan bahasa Melayu.
2. Ejaan soewandi (1947)
Setelah ejaan Van opuijsen, muncul reaksi setelah pemulihan kedaulatan (1949) yang diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr. Muh Yamin. Contoh dari ejaan ini adalah huruf oe diganti dengan u.
3. Ejaan pembaharuan (1957)
Perubahan selanjutnya yakni pembaruan oleh Prijono, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia yang menonjolkan beberapa huruf baru. Perubahan ejaan ini melakukan perubahan penting pada huruf e dengan pemberian tanda aksen aigu, bunyi ng, tj, nj, dj diganti dengan lambang ?, tj, ?, dan j, huruf j diganti dengan y, vocal rangkap ai, au, dan oi.
4. Ejaan Meindo (1959)
Kemudian setelah disetujuinya perjanjian Persekutuan Panah Melayu dan Indonesia yang menghasilkan konsep Ejaan Melayu-Indonesia (Melindo). Dalam konsep ini muncul beberapa huruf baru. Namun karena beberapa huruf tidak ditemukan dalam mesin tik, huruf tersebut tidak jadi digunakan.
5. Ejaan Lembaga dan Kesusastraan (1966)
Pada ejaan ini tidak menggunakan huruf baru melainkan penyempurnaan standar ejaan.
6. Ejaan yang disempurnakan (1972)
Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia.
Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:
a. tj menjadi c: tjutji → cuci
b. dj menjadi j: djarak → jarak
c. j menjadi y: sajang → saying
d. nj menjadi ny: njamuk → nyamuk
e. sj menjadi sy: sjarat → syarat
f. ch menjadi kh: achir → akhir
7. Ejaan PEUBI (2016)
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) adalah ejaan penyelarasan dan penyempurnaan dari EYD. Ejaan PEUBI merupakan edisi keempat dari EYD yang ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu, Anies Baswedan.
Salah satu contoh dalam ejaan ini terdapat penambahan huruf ei misalnya kata survei dan gleiser. Selain itu pada ejaan ini juga mengatur penggunaan huruf tebal.
Huruf tebal tersebut digunakan untuk menegaskan bagian-bagian pada tulisan yang sudah ditulis miring dan menegaskan bagian-bagian karangan, seperti judul buku, bab, dan sub bab.