Menurut siaran pers yang diterima meja redaksi. Lagu itu bercerita tentang sebuah kesempatan yang berawal dari keputusan Petra meluncur secara independen tanpa major label.
"Ini adalah lagu tentang mengambil sebuah kesempatan, atau tidak mengambilnya sama sekali. Kalo lo dapet satu kesempatan, lo bakal ambil apa enggak. Ini tentang mengorbankan zona nyaman saya untuk menaikkan level dalam hidup. Kalau lo mau naik level, lo pasti harus ngelewatin proses ga enaknya. Apakah kamu siap ngambil risiko itu? Itu yang gue tanya ke diri gue sendiri. Jadi kaya gue ngasih pilihan ke diri gue sendiri, take it, or leave it," ungkap Petra
Dari segi pembuatan aransemen musik, diakui Petra, lagu Take It or Leave It penuh dengan eksperimen alat musik dari jenis musik yang berbeda.
"Take It or Leave It ini yang jadi duluan itu musiknya. Gue bereksperimen dengan sampling drums dari lagu lain, gue ambil kick-nya doang, terus snare dari lagu lain lagi, gitar gue mainin live terus gue sampling, dan seterusnya," katanya.
Begitu pun dengan penulisan lirik di lagu ini. Dari sisi seorang produser, tentunya Petra ingin lagu Take It or Leave It ini menjadi lagu yang hit dan dikenal luas. Terinspirasi dari lagu Mine yang dinyanyikannya dan meledak pada 2014, Petra mencoba kembali berksperimen dengan formula pembuatan lirik.
"Gue mikirinya, lagu Mine itu jadi hit. Apa yang bisa bikin lagu itu jadi hit? Gue dalemin. Gue bedah lagu gue sendiri, lalu gue lawan dengan formula baru bikinan gue. Lagu yang sukses itu formulatif, tapi harus ada formula lain untuk sebuah lagu hit. Take It or Leave It adalah produk dari pemikiran gue itu," terang Petra.
Berkolaborasi dengan Incognito memberikan banyak pengalaman berharga bagi Petra. Selain belajar banyak dari segi musik dan sound, satu ilmu yang dicuri Petra dari Incognito adalah tentang pentingnya menghargai waktu.
"Gue belajar banyak banget dari Bluey dan Mo, sound engineer-nya. Perhatian mereka terhadap berbagai detail, musikalitas mereka, dan yang paling gue pelajari adalah bagaimana cara mereka menghargai waktu. Kalau bilang jam 11, ya jam 11. Gue sendiri masih susah begitu, karena kebiasaan. Tapi jadinya waktu kerja di sana, tepat waktu, dan mood jadi bener, enggak berantakan," tuntasnya.