Panduan Merespons Kasus Pelecehan Seksual

| 08 Jun 2018 18:23
Panduan Merespons Kasus Pelecehan Seksual
Ilustrasi (Abid Farhan Jihandoyo/era.id)
Jakarta, era.id - Pelecehan bintang koplo kebanggaan bangsa, Via Vallen oleh pesepak bola misterius memancing banyak netizen menunjukkan kebodohannya. Bagaimana enggak bodoh, bukannya membela Via yang dilecehkan, netizen malah mem-bully Via.

Kata para netizen yang suci dan yang lain penuh dosa itu, keputusan Via mengumumkan pelecehan itu sebagai tingkah yang lebay, sok suci dan penuh dengan hasrat pencarian sensasi. Menurut mereka, para pelaku pelecehan itu cukup dicuekin saja. Simpel, antikonflik, dan bebas perkara.

Pemikiran yang jelas sesat. Bukan kah membiarkan pelecehan sama saja dengan menjerumuskan korban-korban lain di waktu mendatang?

Awalnya saya kebingungan mencari rangkaian kata yang tepat buat menggambarkan kebodohan para netizen ini, hingga sebuah dokumen yang dikirimkan seorang kawan masuk ke telepon genggam saya. Intinya, dokumen itu menjelaskan fenomena yang menimpa Via. Fenomena ini biasa disebut victim blaming.

Iya, ketika seorang korban pelecehan malah disalahkan atas keputusan mengungkap kasus pelecehan yang menimpa mereka. Seperti Via Valen idolaku yang malang ini. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Sudah dilecehkan, di-bully pula.

Jadi, menurut dokumen yang dirilis oleh dearcatcallers.id, sebuah komunitas maya yang bergerak melawan segala bentuk pelecehan terhadap wanita, ada empat ciri dari fenomena victim blaming ini. Pertama, ketika korban dianggap sebagai penyebab dari tindakan pelaku. Kedua, ketika tindakan pelaku dianggap normal dan lazim dan bisa dimaklumi.

Ketiga, victim blaming terjadi ketika seseorang meremehkan atau menyangkal hak bicara korban. Selain itu, menganggap korban seharusnya bisa mencegah tindakan pelaku juga merupakan ciri dari victim blaming. Jadi, jika kamu merasa salah satu gejala kesesatan itu di dalam diri kamu, bertaubatlah!

Infografis "Victim Blaming" (Abid Farhan Jihandoyo/era.id)

Yang harus kamu lakukan

Lebih lanjut, ada sejumlah panduan yang bisa kamu ikuti untuk merespons pelecehan yang terjadi di sekitar kamu. Panduan ini kami bagi jadi dua bagian, tentang hal-hal apa saja yang harus kamu lakukan terhadap korban pelecehan, dan hal-hal apa yang enggak boleh kamu lakuin terhadap mereka.

Pertama, kunci merespons sebuah tindak pelecehan adalah membuka kuping lebar-lebar, mendengarkan setiap cerita korban, memahami pesan yang disampaikan dan menangkap apa pun perasaan yang diungkapkan oleh korban. 

Dalam merespons sebuah kasus pelecehan, penting bagi kita untuk menempatkan diri sepenuhnya di sisi korban. Menciptakan rasa aman dan nyaman jadi tugas kita. Sebab, setiap korban membutuhkan orang lain agar mereka enggak merasa sendiri.

Ketiga, dampingi lah para korban agar ia bisa mengatasi trauma. Dalam hal ini, kamu enggak perlu kuliah psikologis atau ambil sertifikat jadi psikiater dulu. Cukup buka ruang bicara yang aman dan nyaman untuk korban.

Selanjutnya, jika keadaan memang sudah terasa lebih baik, dampingilah para korban untuk melakukan pelaporan atau mencari layanan pendampingan yang lebih profesional.

Yang enggak boleh kamu lakukan

Pantangan nomor wahid dalam merespons tindak pelecehan adalah menyalahkan korban, atau di tingkat kesesatan yang lebih parah, malah menghakimi dan menyudutkan korban.

Bukan apa-apa, selain bodoh, sikap seperti ini sama sekali enggak bermanfaat. Mengajak korban mengintrospeksi diri dalam situasi seperti ini sama dengan sia-sia.

Menyebarkan informasi personal tentang korban tanpa seizinnya juga sebuah kesalahan yang paling sering terjadi. Di zaman pertukaran informasi terjadi dengan cepat seperti sekarang, hal ini jadi begitu enggak terkendali.

Terkadang, niatnya menjalin solidaritas, tapi, tanpa seizin korban, hal ini justru merupakan pelanggaran privasi, dan langkah gegabah itu malah lebih sering memperparah dampak psikologis bagi para korban pelecehan.

Selain itu, bersikap acuh pada korban atau menyembunyikan kejadian saat mengetahui apa yang terjadi pada korban juga sebuah kesalahan. Sebab, seperti semangat yang diusung dari perlawanan terhadap pelecehan: diam sama dengan memperbanyak kasus pelecehan.