Coba deh tengok berbagai postingan orang-orang yang isinya memperkarakan ucapan maaf Idulfitri yang dilakukan lewat media sosial dan broadcast message.
Buatku, mempermasalahkan hal yang enggak seharusnya dipermasalahkan itu sama dengan merusak hari yang suci ini. Berdasar pantauan, kami menggolongkan dua tipe perusak damai di hari suci Idulfitri ini.
Golongan pertama adalah mereka yang menolak permintaan maaf yang dikirim menggunakan fitur broadcast message. Mereka beralasan, permintaan maaf itu harus dilakukan secara personal. Eladalah, repot betul nih temenan sama kawan macam ini.
Beberapa tahun lalu, rasanya saya juga pernah berpikiran seperti itu (walaupun enggak ikut-ikutan mengutuk orang lain, sih). Buat saya, akan lebih afdol jika berinteraksi langsung. Entah lewat medium apa.
Tapi, seiring waktu, rasanya hal itu jadi terlalu sepele untuk dipermasalahkan. Maksudku, toh sebetulnya bisa saja kita memaafkan kesalahan seseorang, bahkan tanpa dia mengucapkan kata maaf.
Bukankah memaafkan itu adalah obat paling mujarap untuk meredam gemuruh hati yang gundah gulana?
Golongan yang kedua adalah orang-orang yang angkuhnya terasa telah melewati ujung telinga. Iya, mereka yang dengan sombongnya terang-terangan, enggak menerima ucapan maaf yang diucapkan lewat media sosial. WOW!
Orang-orang semacam ini barangkali terlalu lama hidup di Gunung Wu-hsing-shan, gunung dengan lima unsur alam tempat Sun Go Kong sang kera sakti dihukum setelah mengacak-acak kayangan.
Ini zaman teknologi, kawan! Apa salahnya coba dimanfaatkan. Toh, meminta maaf di media sosial tentu lebih baik daripada enggak meminta maaf sama sekali, apalagi cuma karena merasa keafdolannya enggak terpenuhi.
Toh, media sosial itu kan cuma medium. Yang penting itu bukannya memaafkan dan dimaafkan, supaya sampai kita ke tujuan utama kita, yaitu kembali fitri.
Kata ulama
Lagipula, dalam merayakan Idulfitri, sejatinya agama enggak pernah memberi anjuran apapun soal maaf dan memaafkan orang lain. Sebab, makna Idulfitri jauh lebih spiritual dari itu, yakni mengembalikan diri ke jalan Allah SWT.
Jadi, antara kita dan Allah saja pun sudah cukup. Tapi, mengucap maaf pun bukan berarti salah. Demi memelihara hubungan baik antar sesama manusia (Habluminannas), hal itu jelas sangat baik.
Dikutip dari NU Online, yang penting dari perayaan Idulfitri adalah menjalaninya dengan penuh kebahagiaan. Jadi, jangan sampai bersedih, apalagi marah-marah. Jadi, buat kamu yang terlanjur merusak kebahagiaan banyak orang dengan postingan nyinyir kamu, segeralah berhenti.
"Hari raya agama merupakan hari istimewa bagi pemeluknya. Hari raya ini dilewati penuh makna dan sarat dengan kebahagiaan. Meskipun tidak memerlukan ucapan selamat itu, mereka tetap saling mengucapkannya saking bahagianya," dikutip dari NU Online, Jumat (15/6/2018).
Dan soal pengucapan maaf lewat media sosial dan broadcast message, kami benar, bahwa kita sama sekali enggak perlu mempersoalkan hal tersebut. Nyatanya, media sosial dan broadcast message itu cuma medium penyampaian saja.
"Sementara penggunaan aneka media hanya bersifat sarana penyampaian. Media yang digunakan masyarakat hanya berkaitan dengan tren di zamannya seperti penggunaan kartu lebaran, spanduk, akun media sosial, atau lainnya."
Jadi, pilih mana? Mau ribut dan nyinyir terus atau makan ketupat dan opor ayam? Aku sih pilih makan ketupat dan opor ayam.