100 Perempuan dan Anak Jadi Korban Kekerasan di Kota Tangerang, DPRD : Bertolak Belakang Dengan Cap kota Layak Anak

| 23 Sep 2021 06:14
100 Perempuan dan Anak Jadi Korban Kekerasan di Kota Tangerang, DPRD : Bertolak Belakang Dengan Cap kota Layak Anak
Anggota Komisi II DPRD Kota Tangerang, Syaiful Milah. (Muhammad Iqbal/era.id)

ERA.id - Sebanyak 100 perempuan dan anak di bawah umur menjadi korban kekerasan di Kota Tangerang sepanjang Januari hingga September 2021 ini.

Jumlah itu tercatat di Pusat Pelayanan Terpadu dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang.

Dari 100 korban itu, 41 diantaranya merupakan anak perempuan, 41 perempuan dewasa dan 18 lainnya anak laki-laki. Demikian diungkapkan oleh Satuan Tugas (Satgas) PT2TP2A Kota Tangerang Tuti Subarti.

"Yang paling banyak menjadi korban kekerasan itu anak perempuan dan perempuan dewasa, sama-sama berjumlah 41 orang," kata Tuti, Rabu (22/9/2021).

Dia mengatakan Kecamatan Pinang merupakan wilayah di Kota Tangerang dengan kasus kekerasan anak dan perempuan paling banyak. Kata dia, di wilayah tersebut, kerap ditemukan adanya lebih dari satu korban dalam satu kasus.

"Dalam satu kasus pernah ada yang dua hingga tiga orang. Jadi 100 korban itu bukan berarti 100 kasus," tuturnya.

Adapun kekerasan terhadap perempuan dan anak di bawah umur paling banyak ditemukan di Kecamatan Pinang, yakni sebanyak 14 kasus. Sementara, kekerasan terhadap anak dan perempuan paling sedikit ditemukan di Kecamatan Jatiuwung, yakni dua kasus.

Tuti mengungkapkan, dari banyaknya kasus itu, pihak PT2TP2A Kota Tangerang membaginya ke dalam dua kategori. Yakni kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Setidaknya ada sembilan jenis kekerasan terhadap anak dan tujuh jenis kekerasan terhadap perempuan.

"Kekerasan anak itu beberapa di antaranya, yang paling banyak jenis pencabulan. Itu ada 16 kasus. Kemudian ada persetubuhan anak, kekerasan fisik, bullying, dan lainnya," kata Tuti.

Ini jenis kekerasan pada perempuan kekerasan perempuan itu, lanjut Tuti, ada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), "Kekerasan fisik (di luar rumah), penelantaran, dan lainnya," ungkapnya.

Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangerang, Syaiful Milah mengatakan dengan jumlah tersebut artinya program penanggulangan P2TP2A belum berjalan dengan baik. Dia mengatakan P2TP2A harus menggalakkan program tersebut.

"Dibsini posisinya banyak kalo sampai terjadi segitu banyak, berarti program pencegahan kurang, edukasi pemahaman bukan hanya pengawalan. Harusnya banyakin program pencegahan, edukasi bagaimana pencegahan orang tua," jelasnya.

Syaiful mengatakan hal ini berbanding terbalik dengan Cap Kota Tangerang dengan Kota layak anak. " Bertolak belakang dengan Cap kota layak anak. 100 kasus itu kan yang dilaporkan belum lagi yang mengendap di bawah," imbuhnya.

Kata Syaiful kasus ini seperti mengandung aib. Artinya, banyak masyarakat yang memang enggan melaporkan karena malu. Sehingga, tidak terungkap.

"Maka P2TP2A ada, biar ada unsur pendampingan. Agar terjadi pengakuan orang mau gerak dengan cara yang benar, mau lawan denga vara yang benar, mau lapor dengan cara benar tanpa terdongkrak aib, itu strategi ada di P2TP2A," tegasnya. (Muhammad Iqbal

Rekomendasi