ERA.id - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menyebut Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm bisa disejajarkan dengan sosok Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Menurut dia, kedua sosok tersebut sama-sama memiliki semangat nasionalisme yang luar biasa.
Pernyataan Dahlan iskan itu muncul dalam komentar video yang diunggah oleh LBH Galaruwa.
Dikutip dari keterangan resmi LQ Indonesia Lawfirm, Dahlan mengatakan meski tidak kenal Alvin.
Dia tertarik dengan topik yang kerap diangkat.
"Itu membuat saya teringat Adnan Buyung Nasution di masa mudanya. Saat si Abang –begitu teman-temannya memanggil Buyung– menjadi pendiri dan pengendali Lembaga Bantuan Hukum, LBH. Waktu itu, kalau bicara LBH, ya hanya satu itu: yang dipimpin si Abang. Beda dengan sekarang: LBH ada di mana-mana, dengan nama belakang yang berbeda-beda, dan dengan misi yang beraneka warna," jelas Dahlan.
"Alvin mendirikan kantor pengacara juga. Misinya sama dengan LBH di zaman si Abang. Membantu yang miskin, lemah, dan tertindas. Juga gratis," tambah dia.
Dahlan menceritakan Alvin awalnya bukan pengacara. Ia jauh dari dunia hukum. Sekolahnya ekonomi. SD-nya di Ambarawa, Jateng. Kuliahnya di Berkeley, California, yang kampusnya sekitar 1 jam dari San Francisco. Masternya di bidang perbankan. Di University of Colorado Boulder –yang kampusnya setengah jam dari Denver.
"Alvin 10 tahun tinggal di Amerika. Bekerja pun di sana. Di bank. Dengan karir yang cemerlang. Jabatan terakhirnya vice president di bank itu. Gajinya miliar untuk ukuran rupiah. Itu pengakuannya," kata Dahlan.
Dahlan menambahkan saat kembali ke Indonesia Alvin masuk penjara. Ia dituduh mencuri anak kecil. Berumur 1 tahun. Alvin dijatuhi hukuman 6 bulan penjara.
"Anak kecil itu adalah anaknya sendiri. Hasil perkawinan dengan sang istri –putri seorang pengusaha otomotif merek Honda. Ia bercerai dengan sang istri. Ia ingin merawat anak itu. Ia ambil si anak saat tidak ada ibunya," jelas dia.
"Keluar penjara itu barulah Alvin belajar hukum. Ia kuliah di satu perguruan tinggi swasta –mungkin Anda pernah dengar namanya: STIH Gunung Jati, Tangerang. Lalu mendirikan kantor hukum itu,' tambah Dahlan.
Menurut dia, hasil pemikiran dan pengalaman hidupnya ia rumuskan secara sederhana: hukum di Indonesia itu ditentukan oleh dua hal. Yakni kekuasaan dan uang. Untuk menang dalam satu perkara, katanya, harus menggunakan kekuasaan atau uang. Atau dua-duanya.
Alvin, menurut Dahlan akan melawan dua hal itu. Secara keras, konsisten dan nyata.
"Alvin mengandalkan unsur ketiga dalam memenangkan perkara: viralkan di media. Terutama di medsos. Kekuasaan dan kekayaan kini bisa dilawan dengan media baru: viral," jelas dia.
"Itulah yang ia kerjakan. Alvin merekam apa pun saat bertemu penegak hukum. Kalau ada yang melanggar ia unggah ke medsos. Termasuk saat ada yang minta uang. Ia punya koleksi rekaman seperti itu. Ada yang minta Rp 500 juta. Gaya bicara Alvin juga ceplas-ceplos. Marah-marah. Keras. Pakai istilah-istilah yang menyerempet kata penghinaan. Bahasanya bisa dibilang kasar bagi yang biasa halusan," tambah dia.
Dahlan menyatakan dia tidak mau menyogok.
Alvin, jelas dia, pun boleh dikata lebih banyak dibenci.
"Alvin diadukan oleh banyak sekali pihak. Ia pun sibuk melayani pemeriksaan polisi akibat pengaduan itu. Saya kembali ingat Buyung Nasution zaman itu. Juga ingat Munir di generasi berikutnya," tambah dia.