ERA.id - Pengamat ekonomi Sumatera Utara Gunawan Benjamin menjelaskan sejumlah dampak dari kebijakan Pemerintah Indonesia yang resmi menaikkan bahan bakar minyak (BBM) khususnya bersubsidi Pertalite dan Solar, per tanggal 3 September 2022.
Gunawan menyebut kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut memicu terjadinya inflasi di Indonesia. Bahkan dia menyakini angka inflasi akan meningkatkan tajam.
"Setelah kenaikan harga BBM tersebut, inflasi akan beranjak naik dalam rentang 5,7 persen hingga 6,4 persen. Dan sudah pasti kenaikan harga BBM tersebut akan langsung membuat sejumlah kebutuhan masyarakat khususnya bahan pangan mengalami kenaikan. Dan kenaikan harga BBM itu akan membuat daya beli masyarakat tertekan," terangnya saat dihubungi ERA, Minggu (4/9/2022).
Gunawan menyarankan agar pemerintah mengawasi tata niaga barang dan jasa khususnya terhadap kelompok jenis barang dan jasa, di mana produsennya menguasai pasar.
"Hal ini untuk mencegah terjadinya lompatan harga yang terbentuk dari aksi oligopoli maupun monopoli. Dengan dinaikkannya harga BBM tersebut, seyogyanya pemerintah sudah memiliki hitung-hitungan harga keekonomian dari produk barang dan jasa," sarannya.
Gunawan menambahkan berangkat dari hal tersebut, pemerintah menelusuri dugaan-dugaan praktik kartel dalam menentukan harga barang dan jasa setelah harga BBM subsidi naik.
Menurutnya, naiknya harga BBM subsidi kerap dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mendongkrak harga barang dan jasa di luar batas kewajaran.
"Sektor transportasi akan menjadi sektor yang akan secara instan menaikkan tarif jasanya. Maka produk lainnya yang menggunakan jasa transportasi juga ikut mengalami kenaikan," ujarnya.
"Semua produk barang dan jasa berpeluang untuk naik. Kecuali untuk produk makanan dan minuman hasil olahan perusahaan. Mungkin kenaikan akan ditunda terlebih dahulu, meski saya berkeyakinan bahwa harga dinaikkan akan tetap terjadi. Kalaupun tidak, naik kuantitasnya akan dikurangi," tambah Gunawan.
Gunawan menyebut di sisi lain, kenaikkan harga BBM subsidi belum tentu akan membuat penyesuaian terhadap pendapatan, gaji atau upah. Hal itu disebabkan bahwa pada umumnya kenaikan gaji selalu diperhitungkan di awal tahun.
"Dan kenaikan gaji setelah kenaikan harga BBM saat ini belum tentu akan direspons langsung oleh perusahaan. Jadi kenaikan harga BBM ini akan lebih membebani daya beli, sementara pemulihan pendapatan belum akan terjadi," tegasnya.
Gunawan juga mengkritisi solusi yang dibuat oleh pemerintah dengan memberikan bantalan sosial setelah memutuskan menaikkan harga BBM subsidi.
Menurut Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut itu, bantalan sosial tersebut belum bisa dipastikan akan dirasakan semua masyarakat yang terkena dampak dari kenaikkan harga BBM subsidi.
"Tetapi bagi kelas pekerja lainnya yang pendapatannya juga kecil atau sempat kehilangan pekerjaan, harus berjuang lebih keras untuk mendapatkan dana bantuan bentuk lainnya," pungkasnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia resmi menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan non-subsidi per tanggal, Sabtu 3 September 2022, pukul 14.30 WIB.
Kenaikan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar serta BBM non-subsidi Pertamax diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Sabtu pukul 13.30 WIB.
Sementara untuk harganya, BBM subsidi jenis Pertalite yang sebelumnya dibanderol Rp7.650 per liter kini menjadi Rp10.000 per liternya. Kemudian, BBM subsidi jenis Solar yang sebelumnya dibanderol Rp5.150 per liter kini menjadi Rp6.800 per liternya. Sedangkan BBM non-subsidi jenis Pertamax yang sebelumnya dibanderol Rp12.500 per liter kini menjadi Rp14.500 per liternya.