ERA.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati, setelah sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara.
"Saat ini, tim penyidik kembali menahan satu orang tersangka yaitu SD (Sudrajad Dimyati)," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat ( 23/9/2022).
Alex mengatakan, Sudrajad langsung ditahan selama 20 hari, terhitung mulai tanggal 23 September hingga 12 Oktober 2022. Penahanan di lakukan di Rutan KPK pada Kavling C1.
"KPK juga segera menjadwalkan pemanggilan terhadap IDKS (Ivan Dwi Kusuma Sujanto) dan HT (Heryanto Tanaka) untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK dan menghadap tim penyidik," kata Alex.
Seperti diketahui, KPK telah menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Namun, pada dini hari tadi, baru ada enam orang yang ditahan.
Sementara Sudrajad baru memenuhi panggilan KPK sekitar pukul 10:22 WIB pagi tadi.
KPK menduga Sudrajad menerima suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Pengajuan tersebut berkaitan dengan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana.
Untuk mengurus perkara ini, dua pengacara menyerahkan uang sebesar 205 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,2 miliar ke Desy. Selanjutnya, Desy menerima uang sebesar Rp250 juta dari keseluruhan.
Berikutnya, Muhajir menerima Rp850 juta dan Elly menerima Rp100 juta. Terakhir, Sudrajad menerima uang sebesar Rp800 juta yang diterima dari pihak yang mewakilinya.
Atas perbuatannya, HT, YP, ES, dan IDKS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara selaku penerima, SD, DS, ETP, MH, RD, dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.