Polisi Tembak Gas Air Mata ke Tribun saat Tragedi Kanjuruhan, Guru Besar Universitas Bhayangkara Jaya: Jelas Salah

| 04 Oct 2022 17:43
Polisi Tembak Gas Air Mata ke Tribun saat Tragedi Kanjuruhan, Guru Besar Universitas Bhayangkara Jaya: Jelas Salah
Polisi menembakkan gas air mata (Antara)

ERA.id - Insiden penembakan gas air mata ke arah tribun oleh aparat kepolisian untuk mengendalikan suporter Arema FC yang turun ke lapangan dinilai menyalahi aturan federasi sepak bola dunia (FIFA).

Sebab, FIFA telah melarang penggunaan gas air mata yang tercantum dalam Stadium Safety and Security Regulations. Adapun aturannya terdapat pada Pasal 19 b, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used' atau senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan.

Merujuk aturan itu, Guru besar Universitas Bhayangkara Jaya (UBJ), Hermawan Sulistyo menyebut penggunaan gas air mata ke dalam stadion menyalahi aturan FIFA.

Kesalahan itu semakin dikuatkan menyusul adanya 9 pejabat tinggi di kepolisian wilayah Jawa Timur yang dicopot oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

"Jelas menyalahi aturan, kalau ngga salah ngga dicopot itu komandannya sama Kapolri, kan 9 orang dicopot," kata Hermawan atau sering dipanggil Prof Kikiek saat ditemui di Kota Bandung, Selasa (4/10/2022)

Meski dinilai menyalahi aturan FIFA, Hermawan menyebut yang menjadi persoalan yakni pelarangan penggunaan gas air mata itu disampaikan atau tidak kepada petugas kepolisian.

Apabila pelarangan ini tidak disampaikan, bisa jadi dapat meringankan hukuman aparat kepolisian dalam sidang profesi.

"Mungkin itu bisa meringankan hukumannya nanti kalau sidang profesi. Kalau dia (polisi) sampai ke sidang etik atau profesi, ya dia bilang saya bawa karena itu (gas air mata) perangkat. Tapi kalau ditembakin di situ (tribun) orang lari kan ngga bisa, di tutup," ucap dia.

"Gas air mata itu untuk membubarkan massa supaya tidak terkonsentrasi. Lah ini kalau dikurung, ditembakin gas air mata, ya ngga bisa keluar, mati dia (suporter) di situ (Stadion Kanjuruhan)," sambungnya.

Menurutnya, keputusan Kapolri mencopot 9 pejabat tinggi di kepolisian wilayah Jawa Timur merupakan langkah yang tepat. Ia yakin keputusan itu pun telah melalui pertimbangan yang profesional.

"Pasti tepat, Kapolri ada semua stafnya dengan pertimbangan-pertimbangan profesional," tuturnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, yang menghebohkan akibat insden di Stadion Kanjuruhan, Malang itu adalah korban meninggal yang membacakan ratusan. Jika tidak memakan korban jiwa, mungkin tidak menjadi masalah.

"Kalau ngga ada yang mati, ngga ada masalah. Kalau yang mati seratus lebih ya harus ada hukumnya," jelasnya.

Berdasarkan hal itu, Kikiek yakin pasti akan ada sidang profesi atau kode etik untuk menghukum siapa yang salah. Namun, jika orang sipil juga turut bertanggung jawab atas insiden itu maka harus dilihat tingkat kesalahannya untuk dibawa ke pengadilan.

"Siapa yang harus bertanggung jawab. Apakah Ketum PSSI, apakah ketua panitia, apakah manajer Arema FC, itu ya dari hasil investigasi," tutup dia.

Rekomendasi