ERA.id - Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengatakan partainya sempat hendak mengubah UUD 1945 secara terbatas. Gubernur dan kepala-kepala daerah rawan konflik dapat dipilih DPRD.
Hal ini disampaikan Hasto dalam diskusi 'Election Corner:Mengembalikan Politik Programatik di Pemilu 2024', di kampus Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Senin (10/10). Rencana perubahan itu, kata dia, terkait sistem liberal yang tak cocok dengan sistem politik Indonesia dan makan biaya tinggi. "Sistem pemilu yang liberal ini harus kita ubah sesuai dengan kultur dan ideologi kita, ideologi Pancasila," kata Hasto.
Menurutnya, sistem demokrasi liberal saat ini menjadikan partai politik hanya mengejar suara dengan menggandeng tokoh atau figur populer tanpa melakukan kaderisasi dan memegang ideologi. "Semua partai ingin menjadi catch all party (partai mengejar sebanyak-banyak suara). Merekrut orang populer meskipun itu ada unsur nepotisme," katanya.
Akibatnya, kata Hasto, ongkos politik setiap calon legislatif dan calon kepala daerah pun membengkak. Alhasil, calon kepala daerah terbebani sehingga tak dapat dihindari menggandeng sponsor atau investor politik. "Sekarang calon kepada daerah tanpa sponsor dan investor politik nggak bisa jadi, kecuali memiliki partai politik yang memilili kekuatan untuk memenangkan dirinya," katanya.
Untuk itu, menurut Hasto, PDIP ingin mengubah ke sistem pemilihan anggota legislatif proporsional tertutup. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tetap dipilih secara langsung, tapi sejumlah kepala daerah, seperti gubernur dan kepala daerah yang rawan konflik, dipilih oleh DPRD.
"Gubernur itu seharusnya kepanjangan dari pemerintah pusat dan Gubernur dipilih oleh DPRD. Lalu, ada Pilkada asimetris. Partai politik menyiapkan masing-masing calon pemimpinnya," ujarnya.
Pembicara lain, juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mohamad Kholid, mengatakan Indonesia saat ini terjebak pada konsep demokrasi prosedural. "Semangat kita pada pemilihan (langsung) sungguh luar biasa. Kita terjebak demokrasi prosedural tapi lupa substansial," ujarnya.
Sementara kader Partai Nasdem, Willy Aditya, mengatakan orang-orang yang duduk di lembaga politik dan pemerintahan seharusnya memiliki ideologi, berintegritas, dan memiliki pengetahuan.
"Kepala daerah dan anggota legislatif kebanyakan sekarang dari pengusaha. Kampus harus ikut andil. Kenapa politik kita kering? Karena para ideolognya entah kemana. Para pemikir tidak mau terjun ke dunia praktis," katanya.