ERA.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, ada ribuan peristiwa bencana yang melanda wilayah Indonesia mulai dari Januari-Oktober 2022.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto menjelaskan, bencana banjir terjadi sebanyak 1.083 kali peristiwa, cuaca ekstrem 867 dan tanah longsor 483 kejadian. Selain itu disusul bencana kebkaran hutan dan lahan (Karhutla) sebanyak 239 kejadian, gempa bumi dan gunung api 21, gelombang pasang atau abrasi 21 dan kekeringan 4 kejadian.
"Akibat dari rentetan bencana tersebut, sebanyak 160 jiwa meninggal dunia, 28 hilang, 790 luka-luka dan 3.193.001 terdampak bencana, kata Suharyanto di Jakarta, Selasa (11/10/2022).
Kerugian yang ditimbulkan atas bencana selama 10 bulan ini meliputi 31.170 rumah rusak, 882 fasilitas rusak, 501 fasilitas pendidikan rusak, 306 rumah ibadah rusak, 75 fasilitas kesehatan rusak, 137 kantor rusak dan 137 jembatan rusak.
Lebih mengerucut, Kepala BNPB menerangkan bahwa selama sepekan terakhir, atau tepatnya sejak tanggal 3 sampai 9 Oktober 2022, telah terjadi 66 kejadian bencana hidrometerologi basah yang meliputi 35 kejadian bajir, 16 tanah longsor dan 15 cuaca ekstrem.
"Dari seluruh kejadian itu, ada sebanya 9 jiwa meninggal dunia, 1 hilang dan 151.156 warga terdampak," katanya.
Atas dasar dari seluruh rangkaian bencana tersebut, ia mengingatkan kembali kepada pemerintah daerah agar segera menerbitkan status tanggap darurat apabila terjadi bencana.
Hal itu menjadi penting, sebab dengan diterbitkannya status tanggap darurat maka seluruh stakeholder dapat memberikan bantuan dan dukungan untuk mengurangi dampak risiko, baik memininalisir jatuhnya korban jiwa maupun kerugian materi dan penghidupan lainnya.
"Tanggap darurat ini dilakukan secapat mungkin, agar warga yang tedampak bencana segera dapat terbantu. "(Seluruh stakeholder) Ini baru bisa masuk setelah daerah menetapkan status tanggap darurat," imbuhnya.
Lebih lanjut, Suharyanto juga mengatakan bahwa penanggulangan bencana adalah urusan bersama. Penanganan bencana harus melibatkan seluruh unsur stakeholder mulai dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, Dinas PUPR, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, akademisi, media massa, relawan hingga masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Suharyanto, perlu ada sinergitas antar stakeholder yang dimulai dari koordinasi.
Suharyanto meminta pucuk pimpinan BPBD untuk menginisiasi giat yang merujuk pada peningkatan kesiapsiagaan, seperti monitoring situasi saat hujan, penyiapan jalur dan tempat evakuasi serta penguatan peringatan dini bersama TNI dan Polri.
"Perlu ditingkatkan koordinasi secara sinergis. Tolong kepala BPBD ini menjadi pendorong, menjadi inisiator dan koordinator. Silakan diadakan koordinasi dengan komandan TNI dan Polri di daerah," pungkas.