Tim Editor
ERA.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk memantau dan mmemastikan tak ada pemaksaan pengunaan atribut natal kepada pekerja muslim di mal hingga hotel.
Permintaan itu disampaikan MUI dalam surat yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud dan juga Sekjend MUI, Buya Amirsyah Tambunan.
Surat tersebut menyatakan setiap warga negara memiliki hak beragama dan menjalankan agama sesuai keyakinannya.
Kapolri, jelas MUI, diharapkan dapat menjamin pelaksanaan ibadah umat beragama dengan khusyuk dan aman, pada saat yang sama agar tidak ada paksaan, baik secara terang-teranagn maupun terselubung, untuk mengikuti aktivitas keagamaan kepada orang yang berbeda keyakinan.
Selain itu, dalam surat tersebut juga disampaikan bahwa masyarakat, khususnya Umat Islam berkewajiban untuk turut serta mewujudkan situasi yang harmonis, dengan tetap menjaga kerukunan antarumat beragama tanpa menodai ajaran agama, tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah islam dengan keyakinan agama lain.
Dikutip dari situs resminya, MUI juga meminta agar Kapolri memantau dan memastikan tidak munculnya potensi intoleransi antarumat beragama dengan adanya pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim.
Hal itu dilakukan guna mewujudkan toleransi dan penghargaan terhadap keyakinan keagamaan masyarakat.
Hukum terkait penggunaan atribut keagamaan non-Muslim sendiri telah tercatat pada fatwa MUI nomor 56 tahun 2016.
Dalam fatwa tersebut ditetapkan bahwa hukum menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram. Serta mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram.
Kapolri diminta memerintahkan jajarannya untuk melakukan pembinaan kepada pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim.
Kapolri juga diminta untuk melakukan pengawasan dan/atau penindakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pemaksaan penggunaan atribut agama lain karena menciderai prinsip-prinsip toleransi beragama.
