KPK Sita Uang Tunai Rp5,6 Miliar Terkait Korupsi di DJKA

| 17 Apr 2023 21:13
KPK Sita Uang Tunai Rp5,6 Miliar Terkait Korupsi di DJKA
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 10 orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api (Antara)

ERA.id - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang tunai Rp5,6 miliar usai menggeledah sejumlah lokasi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).

"Dalam rangkaian penggeledahan dimaksud diamankan bukti uang tunai dengan jumlah Rp1,8 miliar dan 274 ribu dolar AS atau seluruhnya setara senilai Rp5,6 miliar rupiah," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (17/4/2023) dikutip dari Antara.

Ali menerangkan lokasi yang digeledah antara lain Kantor Kementerian Perhubungan, Kantor Direktorat Jenderal Perkeretaapian, rumah para tersangka, dan kantor pihak swasta yang menjadi rekanan.

Dalam penyidikan tersebut penyidik KPK mengamankan sejumlah alat bukti berupa dokumen yang diduga terkait dengan kasus tersebut.

"Selanjutnya ditemukan dan diamankan berbagai bukti di antaranya sejumlah dokumen terkait proyek di Ditjen Perkeretaapian," ujarnya.

Penyidik akan segera mempelajari dokumen tersebut untuk selanjutnya akan disertakan untuk melengkapi berkas perkara penyidikan.

Ali mengatakan proses penggeledahan akan terus dilakukan di sejumlah lokasi yang diduga menyimpan alat bukti terkait kasus tersebut.

"Kami masih terus kumpulkan alat bukti di beberapa tempat lainnya yang perkembangannya akan disampaikan," ujarnya.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (13/4) menetapkan 10 orang tersangka yang langsung ditahan terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan perbaikan rel kereta api di Jawa, Sumatera dan Sulawesi.

para tersangka tersebut terdiri dari empat pihak yang diduga sebagai pemberi suap yakni Direktur PT IPA (Istana Putra Agung) Dion Renato Sugiarto (DIN), Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma) Muchamad Hikmat (MUH), Direktur PT KA Manajemen Properti sampai Februari 2023 Yoseph Ibrahim (YOS) dan VP PT KA Manajemen Properti Parjono (PAR).

Sedangkan enam tersangka lainnya diduga sebagai penerima suap yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi (HNO), Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Tengah Putu Sumarjaya, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Tengah Bernard Hasibuan (BEN), PPK BPKA Sulawesi Selatan Achmad Affandi (AFF), PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah (FAD), dan PPK BTP Jawa Barat Syntho Pirjani Hutabarat (SYN).

Peristiwa dugaan tindak pidana korupsi pembangunan dan perbaikan rel kereta tersebut diduga terjadi pada Tahun Anggaran 2021-2022 pada proyek sebagai berikut:

1. Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso.

2. Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api di Makassar, Sulawesi Selatan.

3. Empat proyek konstruksi Jalur Kereta Api dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur Jawa Barat.

4. Proyek Perbaikan Perlintasan Sebidang Jawa-Sumatera.

Dalam pembangunan dan pemeliharaan proyek tersebut diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

Kisaran suap yang diterima yakni sekitar 5-10 persen dari nilai proyek dengan perkiraan nilai suap yang diterima keenam tersangka mencapai sekitar Rp14,5 miliar.

Untuk kepentingan penyidikan para tersangka kini ditahan selama 20 hari ke depan terhitung sejak 12 April 2023 sampai dengan 1 Mei 2023 di beberapa Rutan KPK.

Atas perbuatan para tersangka penerima suap, menurut dia, dikenakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sedangkan para tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Rekomendasi