ERA.id - Delapan dari sembilan fraksi di DPR RI kompak menolak sistem pemilu secara proprosional tertutup atau pilih partai politik.
Hal ini menyusul kabar bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bakal mengbulkan gugatan sistem pemilu secara proporsional terbuka atau pilih calon anggota legislatif (caleg).
Adapun delapan fraksi tersebut yaitu Fraksi Golkar, Gerindra, NasDem, Demokrat, PKB, PAN, PKS dan PPP. Sementara Fraksi PDIP tak dilibatkan.
Ketua Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir mengatakan bahwa sistem pemilu proporsional terbuka yang sudah berlaku sejak 2008 tak mungkin diubah. Terlebih tahapan Pemilu 2024 sudah berjalan.
"Maka kita meminta supaya tetap sistemnya terbuka," kata Kahar dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023) kemarin.
Menurutnya, jika MK mengabulkan gugatan dan mengubah sistem pemilu maka bakal ada 300 ribu caleg yang merasa dirugikan. Hal itu tak menutup kemungkinan para caleg tersebut bakal balik menuntut MK.
"Bayangkan, 300 ribu orang itu minta ganti rugi, dan dia berbondong-bondong datang ke MK, agak gawat juga MK itu. Jadi kalau ada yang coba mengubah-ubah sistem, itu orang yang mendaftar sebanyak itu akan memprotes," paparnya.
Sementara perwakilan dari Fraksi PAN Yandri Susanto menilai, jika MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup, maka sama saja dengan megacak-acak undang-undang pemilu.
"Jadi kami berkeinginan MK berkomitmen dengan putusan tahun 2008 tetap proporsional terbuka," kata Yandri.
Adapun Ketua Fraksi Partai Demokrat Eddhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menegaskan, delapan fraksi di parlemen mendukung sistem proporsional terbuka karena tak ingin legislator yang terpilih bukan mewakili rakyat.
Menurutnya, mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup sama saja seperti membeli kucing dalam karung.
"Kami mendukung sistem proporsional terbuka. Kita tidak ingin mendapat calon anggota DPR RI seperti membeli kucing dalam karung," tegasnya.
Terakhir perwakilan dari Fraksi Gerindra Habiburokhman kembali menegaskan sikap delapan fraksi di perlemen yang menolak proporsional tertutup.
Setelah itu, delapan fraksi menerikan yel-yel yang menegaskan sikap mereka yaitu sistem Pemilu terbuka. Tetapi menolak sistem Pemilh tertutup.
"Terbuka," kata Habiburokhman.
"Yes," sahut anggota dan pimpinan fraksi.
"Tertutup," kata Habiburokhman
"No," sahut anggota dan pimpinan fraksi.
Hal tersebut mereka ulang hingga tiga kali.
Diberitakan sebelumnya, Denny Indrayana mengklaim mendapat informasi soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," kata Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu.
Dalam cuitannya, Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Meski tidak menjawab dengan gamblang, Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima permohonan uji materi (judicial review) terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.
Keenam orang yang menjadi Pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (Pemohon I), Yuwono Pintadi (Pemohon II), Fahrurrozi (Pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (Pemohon IV), Riyanto (Pemohon V), dan Nono Marijono (Pemohon VI).