ERA.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa harga minyak pada 2024 masih akan diwarnai ketidakpastian global.
“Harga minyak mungkin agak sulit diprediksi,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta dikutip dari Antara, Senin (5/6/2023).
Sulitnya prediksi harga minyak pada tahun depan juga dipengaruhi oleh perbedaan proyeksi harga minyak mentah acuan oleh lembaga-lembaga internasional.
Pada Mei 2023, Energy Information Administration (EIA) memprediksi harga minyak mentah aucan, seperti Brent akan berada di kisaran 74,5 dolar Amerika Serikat (AS) per barel pada 2024. Kemudian, Bloomberg memperkirakan nilainya berada di kisaran 86 dolar AS per barel.
Sementara itu Bank Dunia memproyeksikan angka 86 dolar AS per barel. Prediksi oleh Bank Dunia dilakukan pada April 2023.
Untuk Indonesia, harga patokan minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) pada 2024 diperkirakan berada di rentang 75 dolar AS hingga 85 dolar AS per barel. Proyeksi tersebut tidak jauh berbeda dari proyeksi 2023 yang berada di kisaran 80 dolar AS hingga 85 dolar AS.
Menkeu menjelaskan tren harga minyak yang masih tinggi membuat banyak pihak melihat proyeksi pertumbuhan ekonomi global belum akan membaik, sehingga sisi permintaan dan produksi akan terdampak.
Bahkan, Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC+), seperti Arab Saudi telah berencana memangkas produksi untuk merespons permintaan yang diperkirakan akan melemah lantaran perekonomian dunia yang melemah.
“Maka, ini menunjukkan kita berharap untuk harga minyak mungkin masih akan tetap terjaga pada kisaran 75 dolar AS hingga 85 dolar AS, seperti yang kami sampaikan di Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) RAPBN Tahun 2024,” jelas Menkeu.
Sementara itu, untuk komoditas batu bara yang juga menjadi andalan ekspor diperkirakan masih akan menurun menjadi 200 dolar AS per metrik ton pada 2023 dan 155 dolar AS per metrik ton pada 2024. Sedangkan minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) diperkirakan akan berada di level 1.020 dolar AS pada 2024.
“Ini sesuatu yang kami jaga, karena terus terang komoditas memengaruhi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) cukup besar, baik dari sisi penerimaan pajak, bea cukai, maupun PNBP (penerimaan negara bukan pajak),” ujar dia.