ERA.id - Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam menilai Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Luhut Binsar Pandjaitan dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) pantas menggantikan Airlangga Hartarto sebagai ketua umum partai berlambang pohon beringin itu.
"Saya ini klasifikasinya biasa-biasa saja, kalau saya lihat ada beberapa nama di mana? Orang yang duduk di pemerintahan, super hebat. Siapa yang selevel oleh Pak Airlangga? Ya Opung, Luhut Binsar Pandjaitan. Itu kalau mau dilihat yang super hebat,” kata Ridwan dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (12/7/2023) dikutip dari Antara.
Ia menilai Luhut cocok sebagai senior Golkar yang duduk di pemerintahan. Ridwan juga menyebut sejumlah tokoh di pemerintahan yang juga politikus Golkar tetapi belum mumpuni.
Adapula nama Menko PMK Muhadjir Effendy tetapi sudah bukan bagian Golkar. Pasalnya, Muhadjir pernah menjadi pengurus Golkar Malang pada masa pemerintahan Orde Baru.
"Menkopolhukam Mahfud MD, dia tidak pernah Golkar. Pak Luhut di Golkar sebagai ketua dewan penasihat, terus ada lagi yang di pemerintahan, Pak Bahlil pernah menjadi pengurus Golkar terus ada lagi Pak Agus Gumiwang. Menpora yang lagi sekarang tapi kan tidak ada, mungkin tidak masuk kriteria, belum masuk kriteria," tambahnya.
Lalu, Bamsoet salah satu yang cocok menggantikan Airlangga merupakan bagian di luar pemerintahan. Ia juga mengklaim dirinya layak menggantikan Airlangga.
“Di luar pemerintahannya ya calonnya itu aja ada Pak Bamsoet, ada saya, tapi tidak menutup senior kalau mau turun,” kata Ridwan.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri (Soksi) mengungkapkan bahwa Luhut mampu menjadi Ketua Umum Golkar di tengah kesibukannya.
Pasalnya, sosok Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu memiliki kepemimpinan yang luar biasa. Hal ini berbeda dengan Airlangga yang dinilai tak berhasil membagi waktu sebagai menteri dan ketua umum.
"Luhut itu sibuknya luar biasa, tapi dia punya kepemimpinan luar biasa. Karena, dia mengerti manajemen. Jadi tidak harus dia yang pimpin," jelas Lawrence.
Sebelumnya, tiga ormas pendiri Partai Golkar yakni Kosgoro 1957, ormas Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) dan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) meminta Airlangga Hartarto untuk mundur dari posisi Ketua Umum DPP Golkar.
"Pak Airlangga tidak apa-apa di kementerian. Memimpin (sebagai) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, tetapi Partai Golkar diserahkan kepada yang lebih mampu untuk menjaga dan mempertahankan paling tidak meningkatkan suara dari 14 persen naik," ujar Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri (Soksi) Lawrence TP Siburian dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, Airlangga sebagai Ketua Umum DPP Golkar tidak jelas akan membawa partai berlambang pohon beringin tersebut ke arah mana. Padahal, waktu pendaftaran bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menyisakan waktu tiga bulan lagi.
Saat ini elektabilitas Airlangga Hartarto hanya mencapai satu persen dan perolehan suara Golkar sebesar 14 persen. Lalu, apabila ingin membentuk koalisi baru, masih terdapat partai yang belum menentukan arah dukungannya, yakni PAN.
Lawrence mengatakan PAN yang memiliki perolehan suara sebanyak 7 persen bergabung dengan Golkar, maka kedua partai itu telah memenuhi presidential threshold 20 persen sebagai syarat untuk mencalonkan capres dan cawapres.
Kendati demikian, sambung dia, koalisi kedua partai itu tidak akan membawa kemenangan. Pasalnya, Airlangga Hartarto hanya memiliki elektabilitas capres sekitar satu persen.
"Tidak ada orang yang mau ikut pemilu capres-cawapres untuk kalah, semuanya mau menang. Oleh karena itu, kami melihat dampaknya kepada Partai Golkar nanti dalam pemilihan anggota legislatif," jelasnya.
Ia juga menargetkan Golkar dapat mengisi 100 kursi di DPR RI. Lawrence mengaku sudah memiliki perhitungan dan analisis angka dari Sabang sampai Merauke.
"Nanti kenyataannya pada waktu pemilu yang akan datang. Tapi kami sudah tahu persis bahwa ini berbahaya," tambah dia.
Berbagai survei menyebutkan Golkar akan turun ke nomor 4 atau 5. Hal ini dinilai menurunkan posisi Golkar sebagai partai besar menuju partai menengah dan bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi partai gurem.
"Karena apa? Setiap pemilih masuk ke ruang pemilihan yang pertama dia coblos ya capres dan cawapres dia, yang dia sukain. Baru, kedua, partai dari capres dan cawapres dia coblos," ungkap Lawrence.
Oleh karena itu, dirinya mendorong Golkar agar melakukan musyawarah luar biasa (musnaslub) untuk menggantikan posisi Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum DPP Golkar.
Lawrence berharap sosok tokoh pengganti Airlangga memiliki kemampuan untuk memimpin Golkar menghadapi Pemilu 2024. Sebab, sudah tiga tahun Golkar tidak melakukan manuver capres dan cawapres.