ERA.id - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang akan menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik dalam putusan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, akan beranggotakan tokoh masyarakat, akademisi, dan hakim aktif.
"Kami sesuaikan hal ini dengan ketentuan dalam Pasal 27A UU MK (UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003) soal keanggotaan (MKMK)," kata Enny dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta, Senin.
Enny mengatakan berdasarkan rapat yang digelar hakim MK, ketiga anggota MKMK tersebut adalah Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams.
Menurut Enny, penunjukan Jimly Asshiddiqie sebagai anggota MKMK didasari oleh kredibilitasnya.
"Saya kira kita tidak perlu meragukan kredibilitas beliau (Jimly) lagi," tambahnya.
Jimly pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi RI periode 2003-2008 serta Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) periode 2012-2017.
Kini, Jimly merupakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta.
"Anggota majelis yang kedua adalah Bintan Saragih," kata Enny.
Dia menjelaskan bahwa Bintan merupakan perwakilan dan kelompok akademisi. Penasihat senior Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan (UPH) tersebut pernah menjabat sebagai anggota Dewan Etik MK tahun 2017-2020.
"Beliau dulunya merupakan (anggota) Dewan Etik MK. Namun, karena kelembagaannya sekarang adalah MKMK, jadi memungkinkan beliau untuk menjadi anggota MKMK," jelasnya.
Selanjutnya adalah Wahiduddin Adams yang kini masih menjabat sebagai hakim konstitusi aktif di MK.
Enny mengatakan saat ini sudah ada tujuh laporan yang masuk ke MK dari berbagai kelompok masyarakat dan advokat mengenai dugaan pelanggaran kode etik hakim MK dalam memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam perkara tersebut, Senin (16/10),MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A asal Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Almas memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.