Pengangguran di Indonesia Capai 7,86 Juta Orang Per Agustus 2023, Bagaimana Peluang Bekerja di Luar Negeri?

| 29 Dec 2023 17:53
Pengangguran di Indonesia Capai 7,86 Juta Orang Per Agustus 2023, Bagaimana Peluang Bekerja di Luar Negeri?
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani (kiri) dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo (kanan) (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)

ERA.id -  Total jumlah Pekerja Migran Indonesia mencapai sebanyak 273.747 orang, penempatan pada periode Januari hingga Desember 2023, berdasarkan data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

Jumlah tersebut melampaui jumlah penempatan tahun 2022 yang sebanyak 200.761 orang dan melampaui target penempatan yang dicanangkan untuk tahun 2023, sebanyak 250.000 PMI.

Penempatan itu dilakukan melalui skema government to government (G to G), private to private, mandiri, maupun untuk kepentingan perusahaan sendiri (UKPS).

Untuk pelaksanaan penempatan G to G pada 2023, BP2MI berhasil menempatkan Pekerja Migran Indonesia sebanyak 11.967 orang, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 11.811 PMI.

Secara rinci, penempatan G to G tahun 2023, yakni ke Korea Selatan 11.569 PMI, Jepang 314 PMI, dan Jerman 84 PMI.

Melalui penempatan PMI skema P to P, BP2MI menempatkan Pekerja Migran Indonesia 242.485 orang, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 174.757 orang.

Untuk skema perseorangan/mandiri, pada 2023, BP2MI menempatkan Pekerja Migran Indonesia 18.908 orang, juga naik dibandingkan 2022 yang berjumlah 14.079 orang.

Meskipun demikian, Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengakui masih banyak calon pekerja migran Indonesia berangkat melalui jalur non-prosedural yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan menggunakan jenis visa di luar visa kerja, seperti visa perjalanan ibadah, visa pelancong, dan jenis visa lainnya.

Ia mengingatkan PMI dengan status non-prosedural memiliki kerentanan yang tinggi. Pasalnya, mereka bekerja ke luar negeri tidak memiliki dokumen resmi, yang akhirnya akan merepotkan dirinya sendiri bila mengalami kasus di negara tujuan.

Harus diakui, upaya mencegah dan memberantas pemberangkatan PMI secara non-prosedural memang tidak mudah, perlu kerja sama dan komitmen semua pihak, termasuk aparat penegak hukum.

Kendati demikian, Benny mengatakan meski PMI berstatus ilegal, mereka tetap berhak mendapat hak perlindungan saat tersangkut kasus hukum di negara penempatan.

Bahkan, pemerintah juga telah mengeluarkan UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Artinya, pemerintah telah memiliki aturan yang komprehensif untuk melindungi pekerja migran yang berada di luar negeri.

Dalam aturan itu, perlindungan bagi pekerja migran juga bukan hanya untuk pekerja migran, namun juga bagi keluarganya yang ditinggalkan di Tanah Air.

Penempatan sektor formal

Upaya Pemerintah Indonesia untuk memperbanyak pengiriman pekerja migran terus digencarkan.

Hal penting dicatat ke depannya pemerintah harus mendorong semakin banyak pekerja migran Indonesia yang ditempatkan di luar negeri adalah pekerja formal dan terampil, sehingga dapat menaikkan nilai tawar dan level pekerja Indonesia di negara tujuan.

Hal itu agar keamanan dan kesejahteraan para pekerja migran Indonesia dapat semakin terjamin.

Data di BP2MI, jumlahnya relatif seimbang, hanya lebih besar sedikit di sektor informal.

Upaya pemerintah mengirimkan tenaga kerja ke luar negeri dapat menjadi salah satu solusi untuk mengelola bonus demografi. Karena itu, BP2MI akan terus menangkap peluang kerja di luar negeri.

Ke depan, BP2MI berencana untuk memperluas pasar kerja skema G to G menjadi 19 negara, di antaranya negara-negara di kawasan Eropa hingga Amerika Serikat.

Sebab, jika peluang kerja di luar negeri tidak ditangkap dengan baik, bukan tidak mungkin akan menjadi bencana bagi Indonesia yang mengalami bonus demografi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2023, angka jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,86 juta orang. Ditambah lagi, setiap tahunnya penduduk usia produktif memasuki dunia kerja sebanyak 3,6 juta orang. Jumlah itu tidak dapat terserap sepenuhnya di dalam negeri.

Bekerja di luar negeri dapat menjadi pilihan ketimbang tak mendapat kerja di Indonesia dan malah menjadi pengangguran.

Hanya saja, kadang, bekerja di luar negeri dapat menimbulkan risiko, khususnya pekerja migran Indonesia yang berangkat secara ilegal.

Maka itu, BP2MI melalui Satgas TPPO, Kawan dan Perwira PMI berupaya melakukan peningkatan layanan pelindungan bagi pekerja migran Indonesia melalui kegiatan sosialisasi migrasi aman, pemberdayaan PMI dan keluarga sebagai tindakan preventif pencegahan penempatan non-prosedural bagi PMI sampai dengan tingkat desa.

Devisa

Para pekerja migran ini tidak boleh dianggap remeh. Mereka tidak hanya berkontribusi terhadap pengurangan pengangguran di dalam negeri dan mengungkit ekonomi daerah asal, tetapi juga terhadap penerimaan negara.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), sumbangan devisa dari kegiatan remitansi pekerja migran Indonesia meningkat, yakni menjadi 9,71 miliar dolar AS pada 2022 atau setara dengan Rp150,1 triliun (kurs Rp15.500 per dolar AS pada 2022).

Jumlah remitansi tersebut naik 6,01 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 9,16 miliar dolar AS atau setara dengan Rp130,53 triliun (kurs Rp14.250 per dolar AS pada tahun berjalan).

Agar kontribusi PMI lebih baik lagi, pemerintah harus membekali PMI dengan meningkatkan kualitas agar dapat memenuhi demand atau permintaan dari negara-negara penempatan yang semakin dinamis dan cenderung meningkat untuk skilled migrant worker.

Sinergi serta kolaborasi yang baik sangat dibutuhkan antarkementerian, lembaga, pemerintahan provinsi, kabupaten/kota, sampai pemerintahan desa, termasuk dengan pemangku kepentingan terkait lainnya.

Upaya kolaborasi yang saat ini perlu dilakukan adalah menyiapkan calon pekerja migran Indonesia yang memiliki keterampilan dan kompetensi yang tersertifikasi agar bisa bersaing di pasar kerja global.

Penyiapan kompetensi ini juga penting untuk mewujudkan pekerja migran yang berdaya, serta memerdekakan para pekerja migran Indonesia dari belenggu sindikat penempatan ilegal dan TPPO, sehingga dapat hidup lebih sejahtera.

Karena itu, seluruh instansi dan pemangku kepentingan terkait harus terus berkolaborasi untuk mewujudkan pekerja migran Indonesia yang berkualitas dan terampil, utamanya tersertifikasi secara internasional.

Rekomendasi