ERA.id - Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus pemeran film "Dirty Vote", Zainal Arifin Mochtar atau Uceng, merespons pelaporan dirinya ke polisi.
Sebelumnya Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) melaporkan sutradara dan pemeran Dirty Vote karena dianggap melanggar Pasal 287 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Saya belum tahu. Saya akan cek. Tapi kalau konteksnya pasal 287 ya, itu (kewenangan) Bawaslu," ujar Zainal usai "Diskusi Film Dirty Vote" di kampus UGM, Selasa (13/2/2024).
Ia menjelaskan film yang kini ditonton sekitar 20 juta kali ini berawal dari pemetaan kecurangan pemilu yang disambut tim produksi Watchdog dan sutradara Dandhy Laksono.
Ia menyebut pembuatan film itu bukan demi membela capres atau parpol tertentu, tapi menyasar dan untuk menghukum kekuasaan. Jika kemudian terungkap banyak pelanggaran capres tertentu, hal itu lantaran kekuasaan berada di belakang capres tersebut.
"Kami juga akan tagih ke parpol oposisi soal konsistensi mereka. Kalau kalah ya tetap bersama rakyat jadi oposisi. Jangan mau kuenya pas bagi-bagi jabatan," tuturnya.
Ia juga mengakui bahkan tidak ada fakta baru di film Dirty Vote. "Kami hanya menjahit fakta, menganalisis, dan memberi konteks, tapi setelah dibaca, (kecurangan) ini sistematis," katanya.
Zainal menampik penayangan film pada tanggal 11 jam 11 punya maksud tertentu bahkan terafiliasi ke capres tertentu.
"Saya bingung, emang hari yang tepat ditayangkan hari apa. Jangan lihat secara primbon. Kalau tayang setelah tanggal 14 tidak ada gunanya, mau tanggal 10 tidak terkejar. Ini tidak ada rujukan klenik. Cari nomor cantik saja," paparnya.
Menurut dia, tim produksi juga telah mengantisipasi penggagalan penayangan Dirty Vote, seperti jika film itu di-takedown. Tim bahkan mempertimbangkan untuk mengunggah dari Singapura.
Secara pribadi, Zainal dan pemeran lain juga melakukan antisipasi lewat ponsel mereka. "Risiko kita tahulah. Tapi setelah trailer tayang, kami matikan HP dan cabut simcard. Ini bukan heroisme, tapi realita, betapa menakutkannya kebebasan berekspresi saat ini. Ini ijtihad kami," katanya.
Zainal juga curhat ia dituding sejumlah pihak usai film ini tayang. "Ada yang mengatakan saya ini orang kiri komunis, lalu radikal, malah saya juga dianggap dari PDIP atau PKS. Saya juga disebut anak buahnya Mahfud MD, bahkan adik tirinya," ujar peneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi UGM ini.
Zainal juga mengaku dihubungi oleh para pendukung semua capres. "Ketiganya menelpon, ada yang berterima kasih, ada yang bilang bisa membantu, dan ada yang menawari umroh," kata dia seraya tertawa.