Banyak Orang Minta Duit ke Caleg Bikin Ketua MPR Bamsoet Buka Wacana Pemilu Tak Langsung

| 27 Mar 2024 23:52
Banyak Orang Minta Duit ke Caleg Bikin Ketua MPR Bamsoet Buka Wacana Pemilu Tak Langsung
Ilustrasi surat suara pemilu. (Antara/Asprilla Dwi Adha)

ERA.id - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo membuka wacana pemilu tak langsung usai menemukan demokrasi transaksional di tengah masyarakat, saat Pemilu 2009 hingga Pemilu 2024.

Dia menilai, sistem demokrasi dengan pemilihan langsung perlu dikaji ulang. "Masyarakat tidak segan untuk meminta uang secara langsung kepada calon anggota legislatif (Caleg). Para Caleg pun secara terang-terangan tidak 'malu' memberikan uang kepada masyarakat untuk memilih dirinya," kata pria berakronim Bamsoet itu dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu (27/3/20240.

Adapun dia mengusulkan hal tersebut saat mengisi mata kuliah 'Karakter Bangsa dan Bela Negara' dengan tema 'Demokrasi Indonesia' kepada mahasiswa Pascasarjana Universitas Pertahanan.

Demokrasi transaksional pada Pemilu 2024 menurutnya semakin masif dan terbuka dibandingkan tiga pemilu sebelumnya.

Berdasarkan hasil Pemilu 2024, menurutnya banyak calon legislatif (caleg) yang memiliki kualitas dan kapabilitas sebagai anggota dewan harus tersingkir, karena maraknya politik transaksional di masyarakat.

Persaingan para caleg menurutnya justru lebih didominasi oleh kekuatan finansial, karena visi, misi, program kerja, terkalahkan oleh 'serangan fajar' menjelang pencoblosan.

Dia pun menilai ada sebagian masyarakat yang lebih mengutamakan berapa besar uang yang diterima dari para caleg. Bahkan, kata dia, tidak jarang ada satu pemilih yang menerima 'serangan fajar' dari dua hingga tiga caleg sekaligus.

"Istilah nomer piro wani piro (NPWP) menjadi hal biasa di tengah masyarakat. Pemilih tidak lagi mengutamakan kualitas dan kapabilitas para caleg," katanya.

Menurutnya bukan tidak mungkin jika sistem demokrasi langsung dalam Pemilu ataupun Pilkada terus dipertahankan, demokrasi di Indonesia hanya bergantung pada nominal rupiah dan bukan lagi memperjuangkan aspirasi rakyat.

Sehingga sistem yang dianut oleh bangsa Indonesia itu sangat berpotensi menggiring orang untuk terjerat dalam tindak korupsi. Hasil kajian KPK mencatat, sistem demokrasi langsung memiliki daya rusak yang luar biasa.

"Tidak aneh bila banyak kepala daerah ataupun anggota dewan yang tersangkut kasus korupsi, karena saat pemilihan mereka mengeluarkan biaya yang sangat tinggi," katanya.

Rekomendasi