ERA.id - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid tampak kesal dengan kinerja Kementerian Komunikasi dan Informatika yang dikendalikan Budi Arie Setiadi dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)
Bagaimana tidak, Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diretas dan akhirnya membuat keimigrasian terganggu. Itu merupakan hal kecil dari dampak peretasan yang dikeluhkan warganet yang merupakan pengunjung bandara.
Kata Meutya, serangan siber bukan permasalahan kurangnya tata kelola ketahanan siber apalagi sampai tidak adanya back up (cadangan) terhadap data-data yang tersimpan pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 itu.
"Intinya jangan lagi bilang tata kelola, ini bukan masalah tata kelola pak, jadi masalah kebodohan, punya data nasional tidak ada satupun back up," kata Meutya saat rapat kerja Komisi I DPR RI bersama Menkominfo Budi Arie Setiadi dan Kepala BSSN Hinsa Siburian di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis kemarin.
Menurut dia, 2 persen data PDNS 2 yang sudah tercadangkan di Pusat Data Nasional (PDN) di Batam pun terbilang kecil angkanya, sehingga kurang dapat diperhitungkan.
Untuk itu, dia menilai tidak adanya cadangan data pada PDNS 2, bukanlah bentuk dari kurangnya tata kelola ketahanan siber, sebab tidak ada data yang dicadangkan, berarti tidak ada pula pengelolaan.
"Ini kan kita enggak hitung Batam back up kan karena cuma 2 persen kan, ya berarti itu bukan tata kelola, itu kebodohan saja sih pak," tegasnya.
Dia pun mengaku heran dengan tidak adanya cadangan data pada PDNS 2 yang berisi data-data berbagai kementerian sehingga menjadi masalah ketika terjadi serangan siber.
"Punya data nasional, dipadukan seluruh kementerian, untung katanya ada beberapa kementerian yang belum comply, belum gabung, ‘masih untung’ (bagi) orang Indonesia, itu malah yang selamat, yang paling patuh (Direktorat Jenderal) Imigrasi saya dengar, itu yang paling enggak selamat," ucap dia.
Sebelumnya, Kepala BSSN Hinsa Siburian mengaku adanya kekurangan dalam tata kelola ketahanan siber dengan tidak adanya cadangan data-data PDNS 2 yang mengalami gangguan akibat serangan siber.
"Jadi itu yang mau saya sampaikan tadi kita ada kekurangan di tata kelola, kami memang akui itu, dan itu yang kita laporkan juga karena kami diminta untuk (menyampaikan) apa saja masalah kok bisa terjadi, itu salah satu yang kami laporkan juga," kata Hinsa dalam rapat.
Hinsa menilai tidak adanya cadangan data-data PDNS 2 merupakan permasalahan utama terhadap tata kelola ketahanan siber, sehingga menyebabkan gangguan ketika terjadi serangan siber.
Menurut dia, semestinya data-data tersebut bisa terselamatkan jika ada cadangan data pada PDNS yang lain. "Kami memang melihat secara umum, mohon maaf pak menteri (Menkominfo), permasalahan utama adalah tata kelola, ini hasil pengecekan kami dan tidak adanya back up," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa cadangan data itu diperlukan sebagaimana Peraturan BSSN Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pedoman Manajemen Keamanan Informasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik dan Standar Teknis dan Prosedur Keamanan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Menurutnya aturan itu mengharuskan adanya cadangan data di sebuah pusat data. PDNS 1 berlokasi di Serpong, dan PDNS 2 berlokasi di Surabaya, serta pemerintah pun memiliki Pusat Data Nasional (PDN) di Batam. "Hanya 2 persen (cadangan data di PDN Batam) dari data yang ada di PDNS 2 Surabaya," ucapnya.
Saat memaparkan tidak adanya cadangan data tersebut, dia pun diinterupsi oleh salah satu anggota Komisi I DPR yang mempertanyakan alasannya. Menurut legislator tersebut banyak pakar teknologi informasi yang mempertanyakan pula hal tersebut. "Ranahnya Pak Menkominfo yang menjawab," jawab Hinsa.