ERA.id - Bareskrim Polri mengungkap kasus fidusia atau penggelapan sepeda motor jaringan internasional. Tujuh pelaku, yakni NT, ATH, WRJ, HS, FI, HM, dan WS ditangkap dari perkara ini.
"Dampak kerugian ekonomi dalam kasus ini berjumlah kurang lebih Rp.876.238.400.000," kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di kantor Slog Polri, Jakarta, Kamis (17/7/72024).
Djuhandhani menjelaskan pengungkapan kasus ini bermula ketika penyidik mendapat informasi masyarakat pada Januari 2024 jika ada gudang yang dijadikan tempat penampungan ratusan sepeda motor yang tak dilengkapi dokumen resmi di kawasan Kepala Gading, Jakarta Timur.
Polisi lalu melakukan penggerebekan ke lokasi dan menangkap WS. Pengembangan pun dilakukan dan polisi kembali menggerebek gudang penampungan lainnya di wilayah Bandung, Jawa Barat.
Dari situ, WRJ dan HS ditangkap. Pengembangan kembali dilakukan dan penyidik menangkap empat pelaku lainnya, yakni NT, ATH, FI, dan HM.
"Selanjutnya tim Bareskrim Polri berkordinasi dengan pihak KPU Bea dan Cukai Tipe A Tanjung Priok untuk melakukan pembatalan ekspor terhadap kontainer berisikan kendaraan bermotor yang telah siap dikirim ke luar negeri," ujarnya.
Jenderal bintang satu Polri ini menerangkan ratusan sepeda motor itu diperoleh dari sejumlah dealer di Pulau Jawa. Pelaku terlebih dahulu mencari para debitur untuk dimintai KTP dan diimingi imbalan uang senilai Rp1,5-2 juta. KTP yang diperoleh ini digunakan pelaku untuk mengajukan kredit ke pihak leasing.
"Setelah kendaraan berjumlah sekitar 100 unit, selanjutnya penadah berkordinasi dengan eksportir untuk stuffing atau proses memuat barang ke dalam kontainer," ucapnya.
Ratusan motor itu bakal diekspor ke Vietnam, Rusia, Hongkong, Taiwan, dan Nigeria. Mereka mendapatkan keuntungan dari selisih hasil pembelian di dalam negeri dan penjualan di luar negeri.
"Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain sepeda motor sebanyak 675 unit dan dokumen pendukung adanya transaksi pengiriman sebanyak kurang lebih 20.000 unit sepeda motor rentang waktu Febuari 2021 sampai dengan Januari 2024," tuturnya.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 35 atau Pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang jaminan fidusia dan atau Pasal 378 dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 480 KUHP dan atau Pasal 481 KUHP dengan ancaman pidana kurungan maksimal 7 tahun.