Janji Gerindra Kawal Proses Revisi UU Pemilu Buntut Presidential Threshold Dihapus

| 04 Jan 2025 14:30
Janji Gerindra Kawal Proses Revisi UU Pemilu Buntut Presidential Threshold Dihapus
Ketua Fraksi Gerindra DPR Budisatrio Djiwandono. (Dok. DPR RI).

ERA.id - Fraksi Gerindra memastikan akan menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dihapusnya syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, sebagai acuan revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

Ketua Fraksi Gerindra DPR Budisatrio Djiwandono mengatakan, pihaknya akan segera mempelajari putusan MK tersebut.

"Kami menghormati dan siap mematuhi keputusan MK. Segera setelah ini kami akan mempelajari lebih detail putusan tersebut sebelum kami jadikan acuan dalam pembahasan revisi UU Pemilu," kata Budi dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu (4/1/2025).

Fraksi Gerindra, kata Budi, berkomitmen menjaga prinsip-prinsip demokrasi. Meski begitu, menurutnya masih ada sejumlah tahapan yang harus dilalui sebelum merevisi UU Pemilu.

Walau demikian, Fraksi Gerindra DPR memastikan akan mengawal proses revisi UU Pemilu sesuai dengan putusan MK.

"Kami sadar sepenuhnya bahwa keputusan MK bersifat mengikat, dan putusan ini adalah bagian dari pilar demokrasi yang harus kita jaga," katanya.

"Masih ada sejumlah tahapan yang harus dilewati sebelum putusan ini diresmikan sebagai produk revisi UU. Maka dari itu Fraksi Gerindra akan terus mengawal prosesnya agar penerapan putusan bisa berjalan efektif dan selaras dengan amanat dalam putusan MK," imbuh Budi.

Diketahui, MK memutuskan mengambulkan seluruh gugatan uji materi perkara Nomor 87/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Dian Fitri Sabrina, Muhammad, Muchtadin Alatas dan Muhammad Saad.

Para pemohon menggugat Pasal 222 UU Pemilu terkait syarat ambang batas pencalonan presiden.

"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Kamis (2/1).

Dalam pertimbangannya, MK menilai, munculnya polarisasi di tengah masyarakat akibat kecenderungan hanya ingin memunculkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres.

"Setelah mempelajari secara seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua pasangan calon," ujar hakim MK Saldi Isra.

"Padahal, pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung menunjukan, dengan hanya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi (masyarakat yang terbelah) yang sekiranya tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan Kebhinekaan Indonesia," lanjutnya.

MK menilai, jika hal ini terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan Pilpres selanjutnya hanya menampilkan pasangan calon tunggal.

Kecenderungan itu, menurut MK, sudah terlihat dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Banyak pasangan calon kepala daerah tunggal melawan kotak kosong.

"Artinya, membiarkan atau mempertahankan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017 berpeluang atau berpotensi terhalangnya pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden," ucap Saldi.

Rekomendasi