ERA.id - Tidak ada yang bisa memperkirakan kapan akan terinfeksi COVID-19, bahkan untuk Doni Monardo sang ketua Satgas Penanganan COVID-19 Indonesia yang sempat menolak untuk menjalani perawatan di rumah sakit ketika terkonfirmasi positif.
Kisah tentang saat Doni mengalami COVID-19 itu, yang dia umumkan 23 Januari 2021, dituturkan oleh tenaga ahli dan staf khususnya Egy Massadiah dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Sabtu.
"Tim dokter dari Satgas COVID-19 maupun tim dokter BNPB, meminta Doni berkenan dirawat di rumah sakit. Semua bujuk-rayu kami seperti membentur tembok," tulis Egy dalam keterangannya.
Padahal, ujar Egy, kondisi fisik pria yang menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) itu tidak bisa dibilang baik-baik saja. Pada hari kedua terpapar, suhu badan Doni naik dan bahkan tidak bisa memegang ponsel.
Data saturasi oksigen Doni Monardo berada di angka 78 persen yang masuk dalam kategori rendah dan jauh dari angka normal di kisaran 95-100 persen.
Namun pria yang dijuluki "Panglima COVID-19" itu bersikeras tidak mau dirawat di rumah sakit meski telah dibujuk sang istri. Doni yakin dia bisa bolak-balik ke rumah sakit untuk pemeriksaan dan tetap isolasi mandiri di rumah.
Doni pun akhirnya bersedia dirawat di rumah sakit setelah mendengar "ultimatum" dari putri sulungnya dan masuk ke kamar perawatan pada 26 Januari 2021. Ia dirawat sampai 29 Januari 2021 dan setelah keluar RS menjalani isolasi mandiri di hotel.
Setelah 20 hari dan dua kali tes usap PCR menunjukkan dirinya negatif maka pada 23 Februari 2021, sang Letnan Jenderal kembali beraktivitas. Tidak lupa sebagai orang dengan status penyintas COVID-19, Doni Monardo juga ikut mendonorkan plasma konvalesen pada 1 Maret 2021.
Terkait bagaimana Doni Monardo terinfeksi penyakit itu, Egy mengatakan Kepala BNPB itu sangat patuh protokol kesehatan, bahkan sampai tidur dengan masker saat meninjau gempa Sulawesi Barat pada awal Januari 2021. Dia juga rajin berolahraga.
Doni sendiri meyakini dirinya tertular dari aktivitas makan bersama, meski Egy juga beropini ada faktor kelelahan dalam proses penularan itu.
Hal itu karena dalam peninjauan ke daerah bencana, Doni bersama tim BNPB mengalami kurang istirahat, banyak pikiran, melakukan aktivitas peninjauan lokasi bencana dan rapat koordinasi dengan intensitas pekerjaan sangat tinggi.
"Lepas dari kemungkinan yang mana yang benar, Wallahu alam. Yang pasti, usai Doni Monardo dinyatakan negatif, saya dan sejumlah kawan sempat pula berdiskusi ringan. Bahwa ada beberapa jenis pengidap corona. Sebagian sembuh dengan sangat cepat, sebagian lama," ujar Egy.
Menurutnya, Doni Monardo merasakan hal itu dalam tiga pekan pertama saat kondisi fisiknya menurun dan merasakan proses kesembuhannya lambat, meski sudah mengonsumsi sekian jenis vitamin dan obat-obatan. Doni merasa cepat lelah, sesuatu yang berbeda dengan pengidap lain yang terkadang justru tidak merasakan apa-apa. Mengakhiri keterangannya, Egy berharap kisah itu menjadi catatan bermanfaat bagi semua pihak.