ERA.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyepakati pembentukan dan penggabungan kementerian baru, salah satunya adalah meleburkan Kementerian Riset dan Teknologi/ Badan Riset Teknologi Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Hal tersebut lantas memicu isu reshuffle atau perombakan kabinet Indonesia Maju.
Ketua Komisi X DPR RI yang merupakan mitra kerja Kemendikbud, Syaiful Huda mengatakan, reshuffle sudah hampir pasti dilakukan. Sebab terjadi perubahan susunan kementerian.
"Logikanya memang begitu (akan reshuffle). Ketika ada kementerian yang ditambah harus ada yang mengisi," kata Huda saat dihubungi wartawan, Jumat (9/4/2021).
Huda mengatakan, peleburan Kemenristek/BRIN dengan Kemendikbud di satu sisi akan menambah beban Mendikbud Nadiem Makarim. Namun, di sisi lainnya, akan disebut baik oleh perguruan-perguruan tinggi. Sebabnya, selama ini fungsi riset di perguruan-perguruan tinggi mengalami kendala soal pendanaan karena terpisah dari Kemendikbud.
"Mungkin di temen-teman kampus, ini kabar baik ya, karena selama ini ketika BRIN dipisahkan, fungsi riset kampus kan akhirnya pisah. Dari kemarin memang dari pihak kampus sebenarnya keberatan, salah satunya terkait risetnya terpenggal karena nggak ada dana sama sekali di risetnya di kemendikbud," ungkap Huda.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI yang merupakan mitra kerja Kemenristek/BRIN, Eddy Soeparno menyebut, masalah reshuffle merupakan kebijakan Joko Widodo sebagai presiden RI. Menurutnya, publik tidak perlu berandai-andai terlalu jauh dan memberikan waktu kepada Jokowi untuk menangani kebutuhannya dalam menyusun kabinetnya.
"Reshuffle itu sepenuhnya kedaulatan ada di tangan presiden. Jadi kita tidak perlu berandai-andailah, biar presiden yang menentukan kira-kira kebutuhan beliau untuk kabinet itu bagaimana," ujar Eddy kepada wartawan, Jumat (9/4/2021).
Lebih lanjut, Eddy meluruskan bahwa nomenklatur perubahan atau pun penambahan kementerian, bukan berdasarkan persetujuan DPR RI. Karena, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian disebutkan bahwa kewenangan sepenuhnya ada di tangan presiden.
Sedangkan dalam rapat paripurna yang digelar pada Jumat (9/4) pagi tadi, DPR RI hanya memberikan pertimbangan atas surat presiden yang dikirimkan.
"Tadi presiden mengirimkan surat untuk meminta pertimbangan DPR saja. Jadi hanya pertimbangan DPR saja yang disampaikan ketika DPR td memberikan pertimbangan dan menyetujui saya kira perubahan kementerian nomenklaturnya bisa dilaksanakan kapan saja oleh presiden," kata Eddy.
Adapun hingga saat ini belum ada konfirmasi dari pihak Istana mengenai hal tersebut. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman tak menjawab permintaan wawancara dari ERA.id.
Sebelumnya, DPR RI menyepakati penggabungan dan pembentukan kementerian baru. Salah satunya menggabungkan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Keputusan tersebut berdasarkan Surat Presiden Nomor R-14/Pres/03/2021 perihal Pertimbangan Pengubahan Kementerian, yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/4/2021).
"Hasil rapat konsultasi pengganti rapat Bamus 8 April 2021 menyepakati, pembagian sebagian tugas dan fungsi Kemenristek ke Kemendikbud sehingga menjadi Kemendikbu dan Ristek. Serta pembentukan Kementerian Investasi untuk meningkatkan investasi dan penciptaan lapangan pekerjaan," kata Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.