ERA.id - Dokumen milik Facebook yang berisikan tentang nama organisasi dan individu yang dianggap berbahaya telah bocor ke publik.
Nama-nama yang berada di dalam dokumen itu berasal dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu yang masuk dalam daftar hitam itu, yakni Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI) dan Ketua Umum FPI Habib Rizieq Shihab.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Persaudaraaan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif mencurigai masuknya FPI dalam daftar tersebut karena ada dari pemerintah.
"Facebook sangat diduga dapat masukan dari rezim sekarang. Saya yakin, kalau FB ditanya bahayanya (FPI) apa, dia tidak tahu, dah," kata Slamet lewat pesan singkat, Kamis (14/10/2021).
Dalam dokumen daftar hitam Facebook yang tersebar itu, FPI masuk dalam kategori kelompok penyebar kebencian. Slamet mengaitkan hal ini dengan sentimen pemerintah.
"Itu kategori hate berarti dibenci pemerintah Jokowi kali ya? Atau dibenci oligarki? Hahaha," katanya.
Bahkan Slamet bersama pengurus FPI lainnya juga masuk dalam daftar hitam itu seperti Novel Bamukmin, Ahmas Shobri Lubis, dan Habib Ali Alatas.
"Kacau kalau perbedaan pandangan dan pendapat dianggap bahaya di negara yang katanya demokrasi," ucap Slamet.
Namun, sebenarnya Slamet sudah menduga Facebook mem-blacklist FPI. Sebab, menurut pengakuannya, unggahan konten bermuatan FPI dan Rizieq di Facebook kerap terhapus sendiri.
"Sudah lama kita mencium ini. Makanya setiap posting FPI dan hrs selalu di-take down. Seingat saya, sejak muncul 212 pada tahun 2016," tuturnya.
Seperti diketahui, dokumen milik Facebook yang berisi ribuan daftar organisasi dan nama orang secara individu yang dianggap berbahaya bocor ke publik. Salinan dokumen elektronik tersebut setebal 100 halaman.
Dikutip dari The Intercept, Direktur kebijakan Facebook untuk kontraterorisme dan organisasi berbahaya, Brian Fishman mengatakan telah memblokir dan menghapus akun dari nama-nama. "Kami tidak ingin ada akun yang berkaitan dengan teroris, kelompok kriminal dan penebar kebencian beserta kelompok pendukungnya ada di Facebook," kata Fishman kemarin (13/10).
Bahkan Facebook, jelas dia, membentuk tim khusus yang terdiri dari 350 ahli untuk fokus menghentikan hal yang berkaitan dengan nama kelompok dan individu tersebut termasuk kelompok.