Nadiem Dianggap Legalkan Seks Bebas di Kampus, Puluhan Akademisi Kompak Dukung Permendikbud PPKS

| 11 Nov 2021 11:56
Nadiem Dianggap Legalkan Seks Bebas di Kampus, Puluhan Akademisi Kompak Dukung Permendikbud PPKS
Mendikbud Nadiem Makarim saat meninjau PTMT di Kota Medan (Dok Pemko Medan)

ERA.id - Sebanyak 47 akademisi yang berasal dari berbagai universitas dan perguruan tinggi menyatakan dukunganya terhadap Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksuak (Permendikbudristek PPKS) di Lungkungan Perguruan Tinggi.

Koordinator Kaukus Indonesia untuak Kebebasan Akademik (KIKA) Dhia al Ulyun mengatakan, terbitnya Permendikbud PPKS merupakan pedoman hukum yang tepat untuk mengatasi kekerasan seksual, bersama-sama dengan norma-norma lain yang sudah tumbuh di universitas.

"Kekerasan seksual merusak martabat korban dan merontokkan fungsi universitas sebagai tempat pencarian kebenaran," ujar Dhia dalam keteranganya yang dikutip pada Kamis (11/11/2021).

Dhia menyebutkan, kekerasan seksual adalah implikasi logis dari relasi kuasa yang timpang termasuk dalam relasi gender di perguruan tinggi. Mereka yang ada pada posisi dominan dalam relasi kuasa memiliki privilege untuk memanipulasi, menakut-nakuti dan akhirnya menaklukkan korban.

Oleh karena itu, Dhia menilai aturan dan kode etik megenai kekerasan seksual di lingkungan kampus sangat penting untuk melindungi korban dan juga kultur akademik.

"Aturan dan kode etik mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual selain penting untuk melindungi korban, juga penting untuk membangun kultur akademik yang sehat, berperadaban, setara, dan adil," kata Dhia.

Dhia menegaskan, sesuai judul dan tujuannya, Permendikbud PPKS tersebut berupaya mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi selama ini dan tidak tertangani dengan baik karena relasi kuasa di kampus.

Adanya penolakan sebagian pihak terhadap aturan itu justru semakin menggambarkan adanya pandangan konservatif yang kaku. Sehingga tidak mampu memahami batas antara norma kesusilaan dengan 'kekerasan', dan menolak untuk melihat data kekersan seksual di kampus.

"Penundaan terhadap upaya perlindungan dan pencegahan kekerasan seksual hanya akan melanggengkan relasi kuasa purba yang tidak adil," kata Dhia.

"Kami mendorong semua pihak terkait untuk segera melaksanakan Permen ini untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus

Untuk diketahui, Mendikbudristek Nadiem Makarim meneribitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 pada 31 Agustus 2021. Belakangan, aturan tersebut menjadi pro dan kontra.

Dari pihak yang menentang, Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 itu dinilai melegalkan perzinaan dan seks bebas, seperti yang tertuang dalam pasal 5 Permendikbud tersebut.

Adapun bunyi pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 yaitu, Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 5 aturan dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Sebab, dalam pasal tersebut dijelaskan kekerasan seksual mencakup hal-hal yang dilakukan 'tanpa persetujuan'

Frasa 'tanpa persetujuan' ini lah yang dipermalsahakan lantaran bisa ditafsirkan melegalkan zina jika kedua belah pihak saling menyetujui tindakan seksual.

Rekomendasi