Sistem Pemerintahan Republik Ternyata Sempat Digunakan di Inggris Raya

| 21 May 2022 12:30
Sistem Pemerintahan Republik Ternyata Sempat Digunakan di Inggris Raya
Raja Charles I memasuki House of Commons (Parliament)

ERA.id - Britania Raya atau Inggris Raya yang umumnya dikenal memiliki sistem parlementer dan di bawah monarki konstitusional ternyata sempat memegang sistem republik. Sistem ini hanya semacam transit di negara Ratu Elizabet itu.

Republikanisme di Inggris Raya merupakan gerakan politik yang berusaha menggantikan monarki Britania Raya dengan republik. Pendukung gerakan ini disebut “republikan”. Mereka mendukung bentuk pemerintahan alternatif untuk monarki, seperti kepala negara terpilih atau tidak ada kepala negara sama sekali.

Monarki telah menjadi bentuk pemerintahan yang dipakai di negara-negara yang sekarang membentuk Britania Raya hampir sejak Abad Pertengahan. Sebuah pemerintahan republik ada di Inggris dan Wales, selanjutnya bersama Irlandia dan Skotlandia. 

Penyatuan itu adalah hasil dari kemenangan parlemen dalam Perang Saudara Inggris pada abad ke-17. Perang Saudara Inggris berlangsung pada periode 1642—1651 dari sebuah serangkaian konflik bersenjata dan intrik politik antara kaum Parlementaria (“Roundheads”) dan Royalis (“Cavaliers”) terkait tata cara pemerintahan. 

Perang saudara pertama pada 1642—1646 dan kedua pada 1648—1649 terjadi antara pendukung Raja Charles I melawan pendukung Parlemen Lama. Sementara itu, perang saudara ketiga pada 1649—1651 merupakan perang antara pendukung Raja Charles II dan pendukung Parlemen Sisa. Ketiga perang ini berakhir dengan kemenangan Parlementaria pada Pertempuran Worcester tanggal 3 September 1651.

Pihak Parlementaria ini mengambil sikap untuk mengeksekusi Charles I, mengasingkan putranya, Charles II, dan penggantian sistem monarki dengan sistem Persemakmuran Inggris (1649—1953) untuk pertama kalinya dan kemudian sistem Protektorat (1653—1659) di bawah kekuasaan Oliver Cromwell. 

Secara konstitusional, Perang Saudara Inggris menghasilkan preseden bahwa seorang raja atau ratu Inggris tidak dapat memerintah tanpa persetujuan parlemen. 

Persemakmuran Inggris, demikian periode itu disebut, berlangsung sejak eksekusi Charles I pada 1649 hingga Pemulihan monarki pada 1660.

Negara-negara yang sekarang membentuk Britania Raya, bersama dengan Republik Irlandia, sempat diperintah sebagai republik pada abad ke-17. Pertama, di bawah Persemakmuran yang terdiri dari Parlemen Rump dan Dewan Negara (1649–1653). Kedua, di bawah Protektorat Oliver Cromwell dan kemudian putranya Richard (1658–1659). Ketiga, di bawah Parlemen Rump yang dipulihkan (1659–1660). 

Parlemen Persemakmuran mewakili dirinya sebagai republik dalam model klasik. John Milton menulis pembelaan terhadap republikanisme sebagai batasan konstitusional pada kekuasaan raja. 

Raja Charles I dan Ratu Henrietta Maria

Charles I yang Dipenggal

Dalam Perang Saudara Inggris ini yang menjadi sorotan adalah Charles I. Siapa dia? 

Charles I diangkat menjadi raja Inggris, Skotlandia, dan Irlandia pada 25 Maret 1625 setelah sepeninggal ayahnya, Raja James I (Raja James VI sebagai penguasa Skotlandia). Tidak saja ayahnya yang berselisih dengan parelemen, Charles I pun doyan berselisih dengan parlemen. Dalam parlemen tersebut, banyak diisi oleh politisi-politisi puritan. 

Banyak hal ketidaksepahaman antara Charles I dengan parlemen, misal perihal uang, kebijakan diplomatik, bahkan soal agama.

Misal soal agama, bermulai pada istri Charles I, Ratu Henrietta Maria, yang berasal dari Prancis dan beragama Katolik Roma. Namun, ada perkara lain yang ruwet hubungan sang raja dengan parlemen, yaitu relasinya dengan George Villiers, 1st Duke of Buckingham. 

Karena Villiers Inggris terlibat dalam berbagai konflik yang menguras keuangan negara, seperti di Perang Ekspedisi Cádiz kontra Spanyol (1—7 November 1625) dan Pertempuran St. Martin melawan Prancis (1627).

Dalam buku The Making of United Kingdom, Robert Unwin bilang “Charles butuh uang dari parlemen yang bakal menaikkan pajak. Parlemen memanfaatkannya untuk bernegosiasi. Parlemen merilis daftar keluhan rakyat terhadap raja yang dikenal dengan ‘Petition of Right’. Charles terpaksa setuju. Namun, menyusul pembunuhan Duke of Buckingham pada 1629, hubungan antara Charles dan parlemen memburuk, Charles membubarkan parlemen.”

Dari pembubaran itu, Inggris selama 11 tahun hanya dipimpin oleh tiran tanpa diawasi parlemen. Pada 1640, parlemen dimunculkan Charles atas usulan menterinya, Thomas Wentworth, 1st Earl of Strafford. Akan tetapi, setahun setelahnya, Wentworth sendiri dimakzulkan parlemen yang berakhir pada keputusan eksekusi mati. 

Dikutip dari Historia bahwa parlemen dan Charles kembali bersitegang saat kekuasaannya hendak dikerdilkan parlemen lewat hukum-hukum baru yang dikeluarkan House of Commons (legislatif). Pada 1642, Charles marah kemudian membawa pasukannya masuk ke parlemen untuk menangkap lima musuh politik di House of Commons. Para oposan kabur. 

Kejadian itu sebagai tanda awal mula Perang Saudara Inggris antara kaum “Roundheads” yang pendukung parlemen dan “Cavaliers” dari loyalis Charles I.

Charles I ditawan di Isle of Wight sejak 1648. Nanti pada Januari 1649, ia diturunkan dari takhtanya oleh House of Commons/dewan perwakilan di Parlemen Rump, dengan dakwaan penyalahgunaan kekuasaan dan pengkhianatan terhadap rakyat Inggris.

Pada 20 Januari 1649, Charles I diseret ke kursi terdakwa di Westminster Hall. Tiga hakim dan 150 komisioner pengadilan tinggi menghadapi sang raja dalam pengadilan kasus itu.

Namun, Charles berpegang teguh bahwa peradilan tersebut adalah ilegal. Ia masih berkeyakinan pada hukum tradisional Inggris: raja adalah kekuasaan abadi yang diberikan Tuhan sehingga raja dianggap takkan pernah salah.

Keyakinan itu ditulis oleh ayahnya pada The Divine Right of Kings bahwa negara monarki adalah hal paling tinggi di muka bumi karena raja tidak hanya wakil Tuhan di bumi dan duduk di takhta Tuham tetapi juga oleh Tuhan sendiri disebut dewa.

Oleh karenanya, persidangan itu tak punya kekuatan hukum di hadapan raja.

Charles I tetap disidang dan divonis hukuman mati pada 27 Januari 1649. Di halaman Banqueting House, Istana Whitehall menjadi tempat eksekusi Charles I, yang digelar pada 30 Januari 1649 siang.

Pengganti Charles I adalah Oliver Cromwell. Ia termasuk salah seorang penandatangan surat perintah eksekusi Raja Charles I pada tahun 1649. Cromwell tidak mau diangkat menjadi raja, tetapi tindak tanduknya kurang lebih mirip dengan raja.

Tags : Inggris Raya
Rekomendasi