ERA.id - Sejumlah petenis telah menyuarakan dukungan terhadap atlet tenis asal Jepang, Naomi Osaka, setelah ia memutuskan hengkang dari turnamen tenis French Open tahun ini karena tidak sanggup hadir dalam konferensi-konferensi pers yang ia anggap memperburuk kesehatan mentalnya.
Petenis putri nomor 2 dunia itu mengumumkan undur diri dari turnamen grand slam French Open pada Senin, (31/5/2021), beberapa hari setelah ia didenda dan diancam bakal dikeluarkan dari turnamen bila tak berkenan menghadiri konferensi pers.
Semenjak itu, Naomi Osaka - petenis 23 tahun yang naik daun usai mengalahkan Serena Williams di grand slam US Open 2018 - kebanjiran dukungan, termasuk dari kalangan olahragawan di Jepang, tanah airnya.
"Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kesehatan Osaka. Saya berharap ia segera pulih," tulis Toshihisa Tsuchihashi, direktur eksekutif Asosiasi Tenis Jepang, dikutip The Guardian.
Sloane Stephens, petenis mantan juara US Open dan kini menjadi anggota WTA Players' Council, menyatakan bahwa Osaka perlu didukung karena telah berani menyuarakan pergulatannya.
""Banyak orang harus mengalami perasaan sedih, marah, namun, tak bisa mengungkapkan perasaan tersebut. Kita harus lebih toleran dan memberi dia (Osaka) waktu sehingga bisa lebih baik di tenis dan menikmati permainannya," sebut Stephens, dikutip dari The Guardian.
"Namun, saya rasa kita memerlukan dialog terbuka atas pengalaman yang tidak hanya dia, tapi tiap orang rasakan. Saya rasa kita kurang membahas hal tersebut."
Sementara itu, setelah petenis Serena Williams menyatakan simpatinya pada Osaka, adiknya - Venus Williams - ikut menyampaikan bagaimana ia sendiri berjibaku dengan suasana konferensi pers yang kerap menjadi momok atlet.
"Bagi saya, saya tahu setiap orang yang bertanya pada saya tidak bisa, dan tidak akan pernah bisa, bermain tenis," kata dia.
"Jadi apapun yang Anda katakan atau tuliskan, Anda tak akan pernah mengatasi masalah saya.... . Tapi saya tahu, setiap orang melihat ini dengan caranya masing-masing."
Martina Navratilova, juara grand slam 18 kali, menyatakan bahwa situasi Osaka membuatnya "sangat sedih", namun, permasalahannya di sini tak sekadar soal hadir dalam konferensi media.
"Sebagai atlet, kami diajari untuk memperhatikan tubuh kami, dan mungkin aspek mental dan emosional hanya mendapatkan sedikit perhatian. Masalahnya lebih dari datang atau tidak datang dalam konferensi pers," kata dia.
Di Jepang, di mana fenomena Naomi Osaka membangkitkan rasa identitas nasionalisme, masyarakat melihat isu Osaka sebagai kasus bagaimana berkompetisi olahraga di level dunia bisa berdampak cukup serius terhadap psikologi seseorang.
Beberapa orang melihat Osaka - yang di usia 23 tahun telah memenangi empat titel Grand Slam - "berada di level puncak di usia yang sangat muda" dan oleh karenanya menghadapi tekanan psikis yang hebat. Namun, tak sedikit yang menyuarakan sikap lebih bersahabat terhadap isu kesehatan mental ini.
"Adakah yang telah memperhatikan kondisinya? Ia menyatakan 'Saya perlu memperhatikan kondisi saya' dan yang ia dapatkan adalah hukuman," sebut Vickie Skorji, seorang pengelola layanan konseling di Jepang, dikutip dari The Guardian. Skorji mengacu pada denda senilai 15 ribu dolar AS (Rp214,2 juta) yang ditanggung Osaka setelah menyatakan tidak akan hadir dalam konferensi pers di French Open.
"Menurut saya, dia pemberani dan sedang membutuhkan dukungan," ungkapnya.