ERA.id - Psikolog anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Fabiola Priscilla M Psi mengatakan kiat mengatasi tekanan menjelang hari pertama anak bersekolah setelah libur panjang.
Persiapan tersebut antara lain, mengalokasikan waktu tidur anak yang cukup antara delapan sampai 10 jam hingga menciptakan jadwal rutinitas pagi yang konsisten agar anak dapat berangkat sekolah di hari pertama dan seterusnya dengan lebih percaya diri, ujarnya.
"Melakukan berbagai macam persiapan sekolah dengan matang dapat membantu mengajarkan keterampilan hidup yang penting pada anak seperti kemandirian, tanggung jawab dan manajemen waktu," kata Fabiola dalam seminar mengenai "kiat-kiat mengatasi stres pada orang tua dalam mempersiapkan anak kembali sekolah" yang diikuti wartawan di Jakarta, Kamis.
Peran orang tua dalam mendukung anak menjelang hari pertama ajaran baru menjadi sangat penting, karena itu dapat mempengaruhi kepercayaan diri anak dan akan menjadi pondasi dalam proses pembelajaran mereka di masa yang mendatang.
Tahun ajaran baru berarti teman, guru, dan ruang kelas baru. Berapapun usia mereka, banyak anak yang khawatir untuk mulai bersekolah atau kembali ke sekolah. Wajar jika anak-anak (dan orang tua mereka) merasa cemas untuk kembali ke sekolah. Kabar baiknya adalah ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk membantu bersiap menghadapi tahun ajaran baru.
Menurut Kepala Sekolah Dasar BPK Penabur Pondok Indah Evert F. Fanggidae, guru-guru dapat membantu mengurangi kekhawatiran orangtua dan anak dalam menjalani hari pertama sekolah dengan memberikan informasi yang lengkap melalui buku panduan sekolah atau menyediakan forum tanya jawab lewat fitur percakapan grup pada aplikasi perpesanan.
"Dukungan berupa komunikasi yang lancar antara orangtua dan guru merupakan salah satu kunci utama dalam kesuksesan anak di sekolah," kata Evert.
Evert juga menyarankan guru untuk memfasilitasi anak didiknya yang dinilai lambat belajar melakukan sesuatu.
Kalau guru memaksa anak tersebut belajar lebih cepat, maka suasana kelas bisa menjadi tidak efektif lagi bagi anak didik yang lain, termasuk guru pun bisa menjadi kurang efektif penyampaiannya.
"Sebaiknya anak (yang lambat belajarnya) diajak mengobrol dulu untuk melihat potensinya itu ada di mana, lalu fasilitasi semua yang dia suka (caranya)," kata Evert.