ERA.id - Kasus penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sudah memasuki babak akhir dengan pembacaan vonis terhadap lima terdakwa pembunuhan berencana tersebut, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal (Bripka RR), dan Richard Eliezer (Bharada E).
Mereka berlima dituntut dengan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal 340 KUHP berbunyi:
Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Adapun Pasal 55 ayat (1) KUHP berbunyi:
Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Ajudan Sambo, Yosua Hutabarat tewas ditembak pada hari Jumat (8/7/2022) di rumah dinas Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Empat tembakan bersarang di tubuh Yosua dan awalnya kasus tersebut dilaporkan sebagai pertikaian antar ajudan hingga berujung adu tembak.
Kejanggalan demi kejanggalan ditemukan setelahnya, mulai dari jasad korban yang dikawal ketat dan tak diizinkan untuk dilihat keluarganya, rekaman CCTV yang sempat hilang, hingga akhirnya Richard Eliezer mengaku telah diperintahkan Sambo untuk menghabisi nyawa Yosua.
Kasus ini menjadi sorotan nasional dan Sambo kemudian dipecat dari Polri melalui sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pada 25-26 Agustus 2022. Ia dan keempat tersangka lainnya lalu menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sejak Oktober 2022 atas tuduhan pembunuhan berencana.
Setelah pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk setiap terdakwa pada bulan Januari lalu, majelis hakim membacakan vonisnya masing-masing pada tanggal 13-15 Februari 2023. Berikut ini rekapitulasi vonis hakim atas kasus pembunuhan berencana tersebut:
Hukuman mati menanti Ferdy Sambo
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kadiv Propam Polri), Ferdy Sambo menjadi dalang pembunuhan Yosua, ajudan yang sudah melayaninya selama tiga tahun. Sambo terbukti secara sah telah menyusun pembunuhan hingga turut mengeksekusi Yosua dengan melakukan tembakan penghabisan di kepala belakang ajudannya itu.
Sebelumnya, dalam pembacaan surat tuntutan terdakwa Ferdy Sambo di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023), JPU menuntutnya dengan hukuman penjara seumur hidup. Namun, majelis hakim memvonis Sambo dengan hukuman yang lebih berat dari tuntutan JPU.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa mati," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Santoso saat membacakan vonis sidang Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). "Tak ada hal yang meringankan.”
Majelis hakim menyampaikan bahwa hal-hal yang memberatkan Sambo dalam kasus ini antara lain: melakukan pembunuhan terhadap ajudannya sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun; menyebabkan duka yang mendalam terhadap keluarga korban; mencoreng citra Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional; dan berbelit-belit serta tidak mengakui perbuatannya.
Menanggapi vonis tersebut, kuasa hukum terdakwa, Arman Hanis menyampaikan bahwa pihaknya akan mempelajari vonis hakim terhadap kliennya sebelum memutuskan akan mengajukan banding atau tidak.
“Tidak ada yang meringankan itu jadi pertanyaan buat kami semua," ucap Arman di PN Jakarta Selatan seusai sidang. Ia juga menyampaikan bahwa kliennya tidak ikhlas menerima putusan majelis hakim.
Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai bahwa putusan majelis hakim terhadap Sambo dengan pidana mati sudah sesuai dengan rasa keadilan publik.
“Peristiwanya memang pembunuhan berencana yang kejam,” kata Mahfud lewat Twitter pribadinya @mohmahfudmd, Senin (13/2/2023). “Makanya, vonisnya sesuai dengan rasa keadilan publik.”
Putri Candrawathi bungkam divonis 20 tahun penjara
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi sejak sidang perdananya selalu konsisten memposisikan diri sebagai korban pelecehan Yosua. Namun, JPU dan majelis hakim berpendapat lain.
"Menimbang, bahwasanya motif terdakwa tidak terungkap dalam persidangan. Mengapa terdakwa harus membuat cerita yang menyesatkan sedemikian rupa sehingga membuat Ferdy Sambo, suaminya begitu marah," kata Hakim anggota, Alimin Ribut Sujono saat sidang vonis Putri Candrawathi di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menyatakan Putri secara sah ikut terlibat dalam pembunuhan berencana Yosua. Perannya antara lain dengan tidak berupaya mencegah peristiwa penembakan Yosua; menjanjikan uang ke Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf masing-masing sebesar Rp500 juta dan Richard Eliezer sebesar Rp1 miliar; dan mendukung niat jahat suaminya untuk menembak Yosua.
Putri harus membayar perbuatannya itu dengan vonis yang berat tanpa ada hal yang meringankan. “Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 20 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso saat sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Hukuman itu jauh lebih tinggi dari tuntutan JPU yang dibacakan pada hari Rabu (18/1/2023) yaitu delapan tahun penjara.
Hal yang memberatkan Putri antara lain:
- tidak menjadi teladan bagi istri Polri di Korps Bhayangkari;
- mencoreng nama baik institusi Korps Bhayangkari;
- berbelit-belit dan dan tidak berterus terang dalam memberikan keterangan di persidangan.
Kuat Ma’ruf berniat ajukan banding atas vonis 15 tahun penjara
Kuat Ma’ruf adalah mantan Asisten Rumah Tangga (ART) dan supir dari Ferdy Sambo yang ikut serta dalam rencana pembunuhan Yosua. Ia berperan sebagai pembantu dengan membawa pisau dapur untuk pengamanan jika korban melawan; menutup pintu depan dan jendela rumah dinas Sambo saat penembakan; dan menutup akses keluar Yosua agar tidak kabur.
JPU menuntutnya delapan tahun penjara pada Senin (16/1/2023). Namun, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonisnya lebih tinggi. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kuat Ma'ruf dengan pidana penjara selama 15 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat sidang di PN Jaksel, Selasa (14/2/2023).
Majelis hakim berkata bahwa hal yang memberatkan Kuat adalah ia tidak mengaku bersalah dan memposisikan diri sebagai orang yang tidak tahu-menahu dalam kasus ini.
"Hal meringankan, terdakwa masih mempunyai tanggungan keluarga," ucap Hakim Anggota, Morgan Simanjuntak.
Kuat keluar ruang persidangan melewati kursi JPU dan memberikan salam metal dengan tangan kanannya ke arah jaksa. Kepada wartawan yang menunggunya di luar, Kuat mengaku akan mengajukan banding atas putusan ini.
"Banding, karena saya tidak membunuh dan saya tidak (melakukan pembunuhan) berencana," ucapnya.
Ricky Rizal dan vonis 13 tahun penjara
Bripka Ricky Rizal sebelumnya menjadi ajudan Ferdy Sambo bersama Yosua dan Richard Eliezer. Dalam kasus pembunuhan berencana Yosua, Ricky berperan mengawasi korban atas perintah Sambo dan mengamankan senjata korban.
Sebelumnya, Sambo terlebih dulu memerintahkan Ricky sebagai eksekutor sebelum menyuruh Richard menembak Yosua. Namun, Ricky menolak perintah itu dengan alasan tidak kuat mentalnya.
Meskipun begitu, Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso menyebutkan bahwa Ricky tidak menolak perintah Sambo ketika diminta untuk back up seandainya Yosua melawan saat hendak dieksekusi.
Pada sidang Senin (16/1/2023) lalu, JPU menuntut terdakwa Ricky Rizal dengan pidana delapan tahun penjara. Sementara majelis hakim memvonisnya lebih berat dari tuntutan jaksa.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ricky Rizal Wibowo dengan pidana penjara selama 13 tahun," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso di PN Jakarta Selatan, Selasa (14/2/2023).
Hal yang memberatkan dari putusan vonis ini ialah terdakwa berbelit-belit saat memberikan keterangan di persidangan. Selain itu, ia juga tidak menyesali perbuatannya dan mencoreng citra Polri. Sementara itu, hal yang meringankan adalah Ricky Rizal masih menafkahi keluarganya dan diharapkan dapat memperbaiki perilakunya di kemudian hari.
Menanggapi vonis hakim tersebut, Ricky berkata tidak punya niatan untuk membunuh Yosua. “Saya tidak pernah mempunyai niat dan kehendak untuk membunuh Yosua,” ucapnya seusai sidang. “Untuk proses selanjutnya saya serahkan ke penasihat hukum saya.”
Vonis ringan untuk Bharada E sang eksekutor
Brigadir Yosua ditembak sebanyak tiga kali oleh juniornya, Bharada Richard Eliezer, sebelum dihabisi oleh Sambo dengan tembakan di kepala. Jaksa menuntut Richard dengan hukuman 12 tahun penjara karena terbukti secara sah dan menyakinkan ikut serta melakukan pembunuhan berencana, Rabu (18/1/2023).
Banyak orang menganggap keputusan jaksa tadi tidak adil karena menganggap Richard sebagai sosok yang mengungkapkan rekayasa kasus oleh Sambo. Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa kasus pembunuhan berencana Yosua bukan diungkap oleh Richard.
"Jadi, dia bukan penguat, mengungkap satu fakta hukum yang pertama justru keluarga korban. Itu menjadi bahan pertimbangan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana saat konferensi pers di Gedung Kejagung, Kamis (19/1/2023).
Menurut Kejagung, Richard justru merupakan eksekutor dan pelaku utama yang membunuh Yosua. Karena itu, mereka menilai mantan ajudan Sambo itu tidak dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan justice collaborator (JC).
"Tapi, beliau adalah sebagai pelaku utama sehingga tidak dapat dipertimbangkan juga sebagai yang harus mendapatkan JC. Itu juga sudah sesuai dengan Sema Nomor 4/2011 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban," ucap Ketut.
Sementara itu, majelis hakim memvonis Richard jauh lebih ringan daripada tuntutan JPU. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso saat sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023).
Vonis itu berdasarkan pertimbangan bahwa terdakwa Richard bersikap sopan selama persidangan; belum pernah dihukum; masih berusia muda; menyesali perbuatannya dan mendapatkan maaf dari keluarga korban; dan bekerja sama mengusut kasus pembunuhan Yosua. Sedangkan hal yang memberatkan hanya satu, bahwa Richard tidak menghargai hubungan baik dengan korban.
Pengacara Richard, Ronny Talapessy berharap jaksa tidak melakukan banding atas putusan tersebut. "Silakan itu haknya jaksa (untuk banding), tapi kami harapannya jangan banding lah," kata Ronny seusai sidang hari ini.
Sementara itu, Kejagung belum memutuskan apakah nantinya akan mengajukan banding atau tidak. Ketut berkata bahwa kejaksaan akan mempelajari lebih lanjut seluruh pertimbangan dan alasan hukum yang disampaikan dalam putusan.
"Mempertimbangkan secara mendalam rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat dan pemberian maaf dari keluarga korban kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sambil menunggu sikap atau upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya terhadap putusan yang sudah dijatuhkan," ucap Ketut kepada wartawan, Rabu (15/2/2023).