ERA.id - Jalur Gaza sedang membara. Hingga November minggu kedua, menurut PBB, 1,5 juta dari 2,3 juta penduduknya telah meninggalkan rumah mereka sejak perang dimulai. 100 anggota PBB sendiri dilaporkan tewas saat bertugas di sana. Sementara organisasi internasional terbesar di dunia itu tampak tak bisa berbuat banyak untuk menyetop agresi Israel yang telah menewaskan lebih dari 10 ribu warga Palestina. Aksi boikot produk pro rezim apartheid Israel mulai menggema lagi di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia.
Seorang kawan saya, Maryam namanya, bercerita awalnya ia tak kepikiran untuk memboikot apa pun. Sampai suatu hari, ia diajak minum kopi di Starbucks dan teringat pesan teman Palestinanya yang sekelas pas kuliah.
"Masih ada pembatasan bantuan yang masuk ke sini. Orang-orang bertahan hidup dengan Allah, minum air kotor, makan apa saja, nyaris tidak ke kamar mandi, dll. Ada krisis besar di sini," tulis sang teman di Instagram.
Maryam lantas bilang begini, "Dadaku langsung sesak, aku bisa ya kepikiran minum manis. Padahal kawanku gak punya air bersih untuk diminum. Aku bukan gak sudi beli, tapi lebih gak tega ngeluarin uang untuk sebuah brand yang mengafirmasi kondisi temanku."
Starbucks sendiri ditengarai mendukung Israel lantaran menggugat serikat pekerjanya setelah mereka menyatakan solidaritas dukungan kepada Palestina di media sosial. Starbucks menuduh mereka merusak merek dan membahayakan rekan kerja dengan unggahan pro-Palestina.
Selain Starbucks, ratusan merek lain sudah ditandai masyarakat Indonesia sebagai pendukung Israel dan masuk daftar boikot, termasuk berbagai makanan cepat saji, camilan, minuman, skincare, dan produk kebersihan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan larangan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel. Larangan itu termaktub dalam Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina.
Di tengah banyaknya seruan boikot, tak sedikit juga yang mempertanyakan esensi gerakan tadi, di antaranya dai muda Arrazy Hasyim yang mengaku meski dulu pernah memboikot produk pro-Israel, tetapi hari ini ia merasa itu tidak berpengaruh terhadap pembebasan Palestina.
"Waktu saya remaja itu udah boikot, sampai 2010 saya baru berhenti berpikir seperti itu. Jadi saya 10 tahun tidak pernah minum Coca-Cola, produk-produk sana. Ternyata tidak ada efeknya," ujarnya dalam podcast bersama Deddy Corbuzier.
Namun, benarkah demikian? Apakah boikot hanya aksi sia-sia dan putus asa yang tak bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik? Untuk menjawabnya, kita harus menengok kembali akar sejarah gerakan itu muncul dan apa yang diperjuangkannya.
Sekilas tentang BDS dan bagaimana boikot yang efektif
Gerakan boikot produk pro Israel sudah belasan tahun berjalan dan dimulai antara lain oleh serikat pekerja Palestina. Bukan hanya boikot, secara lengkap, gerakan ini dinamakan Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) yang dideklarasikan pada Juli 2005 dan kemudian bermekaran di berbagai negara.
Lewat laman bdsmovement.net, kita bisa tahu Gerakan BDS bertujuan untuk mengakhiri kolonialisasi Israel, termasuk diskriminasi dan apartheid yang melanda warga Arab Palestina. Tuntutan mereka ada tiga:
- Mendesak Israel mengakhiri pendudukan di seluruh tanah Arab, juga merobohkan tembok pemisah di sepanjang Tepi Barat yang membatasi kebebasan warga Palestina.
- Mengakui hak-hak dasar warga Palestina di Israel yang masih bertahan di wilayah gencatan senjata pasca Peristiwa Nakbah 1948.
- Menghormati hak pengungsi Palestina termasuk hak pulang ke rumah mereka yang direbut Israel seperti tercantum dalam Resolusi PBB 194.
Di Indonesia, Gerakan BDS baru berdiri pada tahun 2021 dengan semangat yang sama: Pemboikotan terhadap Israel dari lini akademik, budaya, dan ekonomi; divestasi atau penarikan modal dari Israel; dan pemberlakuan sanksi untuk mendorong Israel mematuhi aturan internasional.
Dalam laman resmi BDS disebutkan bahwa boikot produk pro Israel bukan hal yang sia-sia selama dilakukan dengan strategis. Karena itulah, mereka mengampanyekan agar orang-orang tidak sembarang boikot, tapi menyasar target yang selektif.
"Supaya boikot kita berhasil, kita harus fokus pada sedikit perusahaan yang dipilih secara teliti supaya dampaknya maksimal," tulis Gerakan BDS Indonesia dalam keterangannya di media sosial, Selasa (14/11/2023). "Mau serius boikot Israel? Bisa dimulai dengan serius memilih targetnya."
Daftar yang terlalu panjang, menurut Gerakan BDS, justru membuat boikot tidak efektif dan sulit berjalan dalam jangka lama.
"Banyak dari daftar panjang (boikot) yang viral di media sosial justru memberikan dampak berlawanan dengan pendekatan strategis ini. Misalnya daftar ratusan perusahaan, banyak di antaranya yang tidak punya bukti kredibel mengenai hubungan mereka dengan penindasan rezim Israel terhadap warga Palestina," tulis keterangan dalam laman bdsmovement.net.
Empat target boikot: sedikit asal efektif
Gerakan BDS menyusun empat target sebagai panduan bagi mereka yang ingin melakukan boikot, yaitu: Target boikot utama; target divestasi; target tekanan (non boikot); dan target boikot organik.
Pertama, target boikot utama yaitu perusahaan yang sudah dipilih dengan cermat karena rekam jejak perusahaan yang terbukti terlibat dalam apartheid Israel. Gerakan BDS menyerukan boikot total terhadap merek-merek dari perusahaan berikut ini:
- Siemens (kontraktor utama kabel listrik bawah laut Israel-Eropa);
- PUMA (sponsor Asosiasi Sepak Bola Israel);
- Carrefour (pendukung genosida warga Palestina yang memberikan hadiah berupa paket pribadi kepada tentara Israel);
- AXA (investor bank-bank Israel yang mendanai kejahatan perang);
- HP (penyokong teknologi untuk pendudukan militer Israel);
- SodaStream (aktif terlibat dalam kebijakan Israel menggusur warga asli Palestina di Negev);
- Ahava (perusahaan kosmetik yang diproduksi di Israel);
- RE/MAX (penjual properti di pemukiman ilegal Israel yang dibangun di atas tanah Palestina).
Kedua, target divestasi yaitu perusahaan yang terlibat dalam proyek apartheid Israel, terutama produsen senjata, teknologi, dan bank.
Gerakan BDS menekan pemerintah dan lembaga investasi menarik investasi dari perusahaan-perusahaan berikut:
- Elbit Systems (perusahaan senjata terbesar di Israel);
- HD Hyundai/Volvo/CAT/JCB (mesin dari perusahaan-perusahaan tersebut digunakan Israel untuk pemindahan paksa warga Palestina);
- Barclay (bank pemberi pinjaman untuk perusahaan-perusahaan senjata Israel);
- CAF (perusahaan transportasi yang membangun jalur trem di pemukiman ilegal Israel di Yerusalem);
- Chevron (perusahaan multinasional bahan bakar fosil AS yang memperkuat militer Israel);
- HikVision (perusahaan teknologi Cina yang memproduksi CCTV untuk kepentingan militer Israel);
- TKH Security (perusahaan teknologi Belanda produsen kamera yang digunakan untuk mengawasi warga Palestina).
Ketiga, target tekanan non-boikot yang ditujukan kepada perusahaan-perusahaan yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung apartheid Israel. Gerakan BDS menyerukan kampanye agar perusahaan-perusahaan berikut mengakhiri keterlibatan mereka:
- Google dan Amazon (keduanya pernah menandatangani kontrak senilai USD1,22 miliar untuk menyediakan teknologi cloud kepada Israel);
- Airbnb/Booking/Expedia (ketiganya menawarkan persewaan di pemukiman ilegal Israel);
- Disney (mempromosikan pahlawan super di film Captain America yang melambangkan apartheid Israel).
Terakhir, target boikot yang muncul secara organik di masyarakat dan bukan inisiatif dari Gerakan BDS. Setidaknya ada enam perusahaan besar yang diboikot masyarakat karena dukungan mereka atau salah satu cabang mereka terhadap genosida warga Palestina, yaitu: McDonalds, Pizza Hut, Domino's Pizza, Burger King, Papa Jhon's, dan WIX.
Di Indonesia sendiri ada banyak merek lain yang masuk daftar boikot. Namun, Gerakan BDS menghimbau apabila daftar tersebut tidak memungkinkan untuk diboikot seluruhnya, lebih baik fokus kepada target boikot utama dan target divestasi sebelumnya.
"Jika kampanye akar rumput ini belum aktif secara organik di wilayah Anda, kami sarankan untuk memfokuskan energi Anda pada kampanye strategis kami di atas," tulis keterangan dalam laman bdsmovement.net.
Apakah boikot berpengaruh?
Masih banyak yang skeptis terhadap aksi boikot karena menganggapnya tidak berdampak banyak. Namun, menurut peneliti ekonomi di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda, itu justru merupakan langkah yang efektif.
"Cara boikot produk yang berhubungan dengan suatu negara memang efektif untuk membuat perusahaan tersebut terdampak, minimal pendapatan kotornya menjadi menurun," ujarnya kepada ERA, Selasa (14/11/2023).
Ia menambahkan bahwa boikot dapat membuat pamor produk menjadi negatif hingga membuat permintaan terhadap produk tadi terganggu.
"Maka yang jelas jika masih bisa lepas dari afiliasi Israel, cara yang paling efektif adalah mendukung lawan dari Israel, yaitu Palestina. Atau membuat kampanye menolak agresi militer Israel. Itu caranya," lanjut Nailul.
Selain itu, banyak produk yang diboikot, khususnya yang dikonsumsi sehari-hari seperti makanan dan kosmetik, punya substitusi atau pengganti dari merek lokal. Hal tersebut, menurut Nailul, akan menguntungkan perekonomian dalam negeri.
"Bagi masyarakat, tentu pilihan produk selain terafiliasi Israel banyak. Substitusi produknya menjamur dan bahkan ada yang dari lokal UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah)," papar Nailul. "Jadi boikot ini juga harusnya dibarengi dengan penggunaan produk dalam negeri, khususnya produk UMKM."