ERA.id - Founder Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA mendokumentasikan 300 karyanya dalam bentuk digital dan disimpan di internet.
Dengan cara itu, semua karyanya selama 40 tahun menjadi penulis dan intelektual bisa dinikmati publik, kapan saja dan dimana saja.
“Tak ada tempat yang lebih tepat untuk menyimpan koleksi karya pribadi selain di internet. Di samping abadi di sana, karya itu juga mudah diakses oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja,” ujar Denny JA ketika merilis 300 karya yang sudah berbentuk digital pada Sabtu (9/10) di Jakarta.
Apa yang dipersmbahkan Denny JA itu merupakan kerja serius selama 8 tahun bersama sebuah tim yang profesional di bidangnya masing-masing. Dari 300 karya yang sudah digitalisasi, 200 diantaranya sudah diterjemahkan dalam Bahasa Inggris.
Sebanyak 200 karya itu antara lain 28 buku fiksi, 15 karya nonfiksi, 13 film, 66 video animasi. Denny JA juga sudah menterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebanyak 77 video opini berupa 30 video tentang 30 tokoh Sufi dan 18 video Isu sosial era Work From Home serta 29 video tentang Isu kemanusiaan.
“Sisa 83 buku lainnya masih dalam bahasa Indonesia (34 buku fiksi, 46 buku nonfiksi, 3 buku terkait) Sebanyak 17 saya sedang berproses untuk ikut didigitalisasi. Setiap buku, film, video animasi, orasi, dalam bahasa Inggris ataupun Indonesia dapat diakses secara gratis,” papar Denny JA.
Denny JA bercerita tentang perubahan batinnya selama 40 tahun berkarya. “Dulu di era mahasiswa, saya menulis berorientasi komersial mencari tambahan untuk membayar uang kuliah. Saya datang dari keluarga yang sangat sederhana,” ungkapnya.
Namun sejak 8 tahun lalu, Denny JA tumbuh menjadi pengusaha yang sukses di bidang konsultan politik, properti dan hotel, convenience stores, Food and Beverages, serta tambang. Dia merasa panggilan hidupnya tetap menulis. Bisnis dan politik hanya sekedar saja.
Kini orientasinya menulis berubah pula. Ia melarang dirinya menerima dana dari karyanya. Ia menulis untuk berderma. Power of giving juga dapat diberilan melalui sumbangan karya yang digratiskan.
Ketika Denny mencapai ‘financial freedom’ di tahun pasca 2010, Ia memiliki waktu yang banyak sekali untuk merenung dan menulis. Ledakan kreativitasnya menjadi-jadi. Di era digital, Denny JA ikut berdiri di depan.
Selama 40 tahun kiprahnya itu, Denny JA juga mendapatkan penghargaan dalam dan luar negeri. Mulai dari penghargaan sastra tingkat ASEAN dari Malaysia, hingga penghargaan Time Magazine atas kiprahnya di dunia media sosial.