''Melalui penguasaan saham mayoritas PTFI oleh Inalum, pemerintah mengharapkan kualitas pengelolaan lingkungan PTFI dapat terus ditingkatkan,'' tegas Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar kepada era.id, Jumat (13/7/2018).
''Kita akan terus mengawal dan menjaga dari aspek lingkungan,'' lanjut Siti.
Sebuah sejarah baru negeri ini memang sudah tercipta di Gedung Kementerian Keuangan. Setelah tarik ulur dan melewati drama panjang, pemerintah akhirnya resmi memiliki saham mayoritas di PT Freeport Indonesia sebesar 51 persen.
Kesepakatan terjadi Kamis (12/7) sore kemarin antara Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dan CEO Freeport Mcmoran Ricard Adkerson. Goresan tanda tangan mereka berdua dalam Head of Agreement (HoA) menandakan tercapainya proses pengambilalihan saham Freeport Indonesia hingga 51%.
Untuk mencaplok saham Freeport sebanyak itu, pemerintah menyiapkan 3,85 miliar USD atau setara Rp53,9 triliun. Sudah ada 11 bank yang siap memberikan dana pinjaman. BUMN pun menyiapkan uang tunai hingga 1,5 miliar USD.
Aspek lingkungan memang menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam menyelesaikan divestasi saham. Menteri Siti sejak awal telah menurunkan tim khusus mengawal kesepakatan bidang lingkungan dengan Freeport. Kepatuhan lingkungan menjadi syarat wajib yang harus dipenuhi pihak perusahaan.
''Selain mengendalikan limbah tailing secara ramah lingkungan, PTFI agar dapat mencari terobosan untuk pemanfaatan limbah tailing sebagai bahan baku industri, sehingga tidak hanya bermanfaat bagi PTFI, tetapi juga bermanfaat bagi industri lainnya,'' tegas Menteri Siti.
Meski sempat berjalan alot, namun berbagai upaya Pemerintah melalui KLHK dan Freeport akhirnya telah menemukan titik kesepakatan bersama.
''Kami meyakini bahwa PTFI sebagai salah satu pengelola tambang terbesar di dunia, akan mampu menjaga keberlanjutan penanganan lingkungan terdampak area tambang,'' tegas Menteri Siti.
HoA yang ditandatangani ini merupakan langkah maju dan setrategis mewujudkan kesepakatan sebelumnya antara Pemerintah RI dan PTFI/FCX pada tanggal 27 Agustus 2017.
Adapun poin-poin penting dalam kesepakatan tersebut antara lain landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah Indonesia dengan para pihak bukan berupa Kontrak Karya, dan divestasi saham PTFI sebesar 51 persen untuk kepemilikan Nasional Indonesia.
Selain itu PTFI diwajibkan membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri, Penerimaan Negara secara aggregate lebih besar dibanding melalui penerimaan melalui KK seperti selama ini, dan Perpanjangan masa operasi maksimal 2x10 tahun hingga tahun 2041 akan diberikan setelah PTFI memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam IUPK OP.
Untuk mendukung divestasi saham, telah dilakukan penandatanganan perjanjian dengan Pemprov Papua dan Pemkab Mimika pada tanggal 12 Januari 2018, dimana kedua Pemda secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham PTFI sebesar 10 persen.
''Semoga dengan penandatanganan kesepakatan para pihak hari ini, dapat meningkatkan kualitas lingkungan, dan yang terpenting adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,'' tutup Menteri Siti.