Indonesia memang sedang tenggelam dengan euforia piala dunia, olahraga paling populer di planet ini. Kalau bukan piala dunia, lebih baik membahas hasil Pilkada dan peta politik nasional. Sepekan lalu, Zohri belumlah terkenal sekarang.
Zohri memang bukanlah unggulan di pertandingan itu. Nama sprinter Anthony Scwartz dan Eric Harrison, dua pelari asal Amerika Serikat, jelas wajib di kedepankan sebagai kandidat kuat juara.
Supaya tidak keburu emosi, mari kita merujuk kepada data. Mengacu pada tahap pendaftaran, Zohri mencatatkan waktu 10,25 detik, kalah dari Schwartz yang mencatatkan waktu 10,09 detik. Kemudian, di babak pertama, catatan Zohri bahkan memburuk dengan catatan finish 10,30 detik. Catatan Zohri sempat membaik di babak semifinal dengan catatan waktu finish 10,24 detik. Tapi, tetap saja, menjadi juara adalah hal yang sangat enggak terprediksi.
Tapi rasanya, itu jangan jadi alasan kita harus pesimistis. Saat bertanding, target juara harus jadi prioritas. Istilahnya masa bodoh dengan hasil sebelumnya, semangat optimistis harus terus dibakar.
"Kejadian di Finlandia jadi pelajaran penting buat kita semua," kata anggota Komisi X DPR, Reni Marlinawati dengan era.id.
Reni mengaku kesal kala melihat Zohri celingak-celinguk mencari merah putih. Berlari kecil ke sana ke mari setelah menjuarai pertandingan itu, dia tidak kunjung juga mendapat bendera Indonesia yang mau dia banggakan.
Bagi Reni, Zohri adalah cermin ketidaksiapan tim dalam menangani atlet. Seharusnya, tim sudah siap dengan berbagai perlengkapan. Apalagi kejuaran ini bukanlah level ecek-ecek.
"Pelajaran berharga buat pelatih dan tim, jangan pernah underestimate ketika ketika bertarung, harus dilengkapi semua persiapan. Dan jangan pernah pesimistis," kata Reni.
Infografis "Catatan Rekor Zohri Sepanjang Kejuaraan" (Mia Kurniawati/era.id)
Mari Jaga Zohri
Dari Zohri kita bisa belajar jangan pernah menyerah dengan keadaan. Dia yang hidup serba kekurangan dan fasilitas latihan yang jauh dari memadai, toh bukan penghalang bagi pemuda yatim piatu ini mengukir prestasi membanggakan. Kedua orang tua Lalu Muhammad Zohri, yakni Lalu Ahmad Yani meninggal tahun 2017 dan Ibunya Saeriah juga sudah meninggal tahun 2015.
Kini marilah kita berharap Zohri tetaplah Zohri yang dulu. Meski dia kini bergelimang hadiah, Komite Olimpiade Indonesia (KOI) meminta euforia Zohri tidak mengganggu konsentrasinya jelang Asian Games 2018.
"Saya mengharapkan Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) segera mendampingi karena, mohon maaf, pasti euforia yang terjadi dalam masyarakat jangan sampai mengganggu dan malah menjadi beban bagi Zohri," kata Ketua Umum KOI Erick Thohir.
Erick yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 (INASGOC) meminta pendampingan bagi Zohri dari PB PASI meliputi aspek mental dan psikologis atlet berusia 18 tahun itu.
"Dalam Asian Games nanti, Zohri akan banyak pesaing terutama mereka yang mampu berlari di bawah 10 detik. Kami tentu mengharapkan prestasi maksimal dari atlet Indonesia. PB PASI segera mendampingi agar kebutuhan yang dapat membuat Zohri tampil maksimal terpenuhi," kata Erick.