Menurut Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, memang betul telah terjadi kasus difteri di Kelurahan Genuksari. Seenggaknya, tujuh anak dilaporkan telah terinfeksi virus difteri. Dari jumlah tersebut, dua anak dinyatakan meninggal dunia, sementara lima lainnya masih dirawat.
Meski membenarkan kabar tersebut, Hendrar menegaskan, enggak pernah ada otoritas, termasuk Fakultas Kedokteran Unissula --yang disebut-sebut sebagai sumber informasi dalam pesan berantai-- yang menetapkan kawasan tersebut sebagai zona merah, apalagi sampai melarang masyarakat melewati Jalan Dong Biru di Genuksari sebagaimana informasi yang disebar.
"Memang ada kasus difteri di sana (Genuk), tapi itu sudah ditangani oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang. Tidak ada zona merah apalagi sampai tidak boleh lewat di daerah itu," kata Hendrar, sebagaimana dikutip Kompas.com, Jumat (20/7/2018).
Karenanya, Hendrar meminta masyarakat untuk tenang. Katanya, Dinas Kesehatan setempat telah melakukan langkah penanggulangan dengan melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) kepada seluruh anak di Genuksari dan mengambil swab tenggorok ke kontak penderita plus memberikan profilaksis dan erytromicin kepada kontak penderita.
Lagipula, kata Hendrar, seluruh anak yang terinfeksi difteri diketahui sebagai anak-anak yang enggak pernah diimunisasi sejak mereka lahir. "Jadi, 7 anak tersebut saat bayi dulu tidak diimunisasi, itu karena orang tuanya menolak. Sikap (penolakan) itu yang kami sesalkan," katanya.
"Selama tidak menolak diimunisasi, tidak perlu khawatir. Pencegahan difteri yang utama itu imunisasi, dan vaksin untuk difteri di Kota Semarang persediaannya sangat cukup," tambah Hendrar.
Mengenal difteri
Menurut Mira, dokter Puskesmas Cengkareng yang ditemui era.id, difteri dapat dicegah dengan imunisasi, cocok seperti yang disampaikan Hendrar. Karenanya, kata Mira, vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus) jadi hal yang wajib dilakukan oleh seluruh masyarakat untuk menghindari penyakit mematikan ini.
"Hanya di rumah saja, nanti yang dikasih obat antibiotik itu dia dan keluarganya. Kira-kira 14 hari bolos (tidak beraktivitas di luar rumah) dan minum obat," tutur Mira.
Ramai-ramai soal difteri bukan baru ini terjadi. Sebelumnya, di akhir tahun 2017 dan di awal tahun 2018, penyakit ini juga sempat ramai dibicarakan karena menyebar cepat dan jadi kejadian luar biasa (KLB) di sejumlah daearah.
Difteri adalah penyakit menular yang berasal dari infeksi pada selaput lendir bagian hidung dan tenggorokan yang dipicu oleh bakteri bernama Corynebacterium Diphtheriae. Biasanya, penyakit difteri diawali dengan rasa sakit pada tenggorokan, lemas, demam, hingga kelenjar getah bening yang membengkak.
Kondisi tersebut seringkali memicu rasa sakit ketika menelan. Dalam sejumlah kasus, gejala difteri bahkan disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening serta pembengkakan jaringan lunak pada leher yang disebut bullneck.
Saking menularnya difteri, penyakit ini bahkan dapat dengan mudah menyebar lewat udara, baik itu batuk atau bersin. Selain itu, penularan difteri juga bisa terjadi lewat interaksi langsung terhadap dengan luka yang dimiliki pengidap difteri.
Difteri termasuk penyakit yang sangat mematikan karena bisa menyebabkan komplikasi serius. Kesulitan bernapas yang dipicu oleh infeksi nasofaring juga disebut-sebut bisa menyebabkan kematian.
Bakteri penyebab difteri bekerja dengan menghasilkan racun yang dapat membunuh sel-sel sehat di dalam tenggorokan. Racun dari bakteri penyebab difteri juga bisa menyebar ke dalam aliran darah hingga bisa menyebabkan penyakit jantung, ginjal, hingga kerusakan sistem saraf.