Menyadari hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar rapat pleno ke-29 dengan seluruh ormas di bawah MUI, serta menghadirkan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) sebagai pembicara, di Gedung MUI, Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (6/8/2018).
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, rapat tersebut membahas tentang demokrasi untuk umat secara menyeluruh, bukan hanya dikhususkan untuk umat yang berafiliasi pada partai politik tertentu.
"Membahas tentang agenda demokrasi ini bagaimana umat secara luas, bukan hanya umat di partai Islam. Tapi umat secara luas, berpartisipasi dalam agenda demokrasi dengan baik," kata Jusuf Kalla.
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan, rapat kali ini membahas tentang kemajuan kehidupan umat Islam beberapa tahun terakhir. Apalagi, Islam sebagai identitas makin sering digunakan dalam sejumlah aspek kehidupan.
"Tadi juga banyak dibicarakan agar konsep keumatan tidak disempitkan, tidak direduksi hanya kepada sejumlah dari umat Islam. Umat Islam 220 juta jangan direduksi menjadi puluhan juta. Dan, tidak semua umat Islam berada di partai-partai Islam atau partai-partai berbasis massa Islam," tutur Din Syamsuddin.
Menurut dia, umat Islam telah menyebar di banyak partai politik, termasuk di partai yang tidak menggunakan nama Islam. Karenanya, identitas seperti ini tidak perlu dipermasalahkan.
"Ini harap dipandang sebagai keseluruhan umat Islam. Sebab kalau reduksionis, penyempitan jumlah umat Islam, ya kita mungkin hanya mengklaim beberapa, sebagian dari mereka," kata dia.
"Terkait dengan ini, yang terakhir, tadi juga diangkat agar dalam menyikapi agenda demokrasi, sekarang ini tidak mudah untuk dikatakan sesuatu itu putih, sesuatu itu hitam. Sesuatu itu baik, sesuatu itu buruk. Karena di dalamnya semua ada potensi kebaikan," sambungnya.
Din Syamsuddin mengimbau, umat Islam jangan terjebak dalam pandangan yang mendikotomikan kelompok tertentu terkait ke-Islaman. Dia juga mengimbau supaya masyarakat bisa membedakan identitas politik dengan jalan politik tertentu.
"Maka oleh karena itu agar umat Islam tidak terjebak pada pandangan dikotomi yang kemudian muncul dalam klaim, 'ini lah jalan ke-Islaman, ini lah jalan yang harus ditempuh satu-satunya'. Sementara jalan politik itu adalah jalan yang terbuka, yang bisa diisi dengan ruh Islam, bisa diisi dengan semangat Islam," kata dia.
Namun, menurut Din Syamsuddin, kalau ini tidak bisa diterima, jangan melihat realitas politik secara hitam-putih. Dia pun berharap perbedaan aspirasi, kepentingan, termasuk calon dalam Pilpres seperti itu bisa merusak persaudaraan umat Islam.
"Terakhir ini kami tekankan karena ini pesan dari pertimbangan MUI yang telah menyepakati dulu, awal sekali etika ukhuwah islamiyah agar umat Islam jangan saling menafikan, jangan saling meniadakan. Ini lah pesan yang muncul atau dapat disimpulkan dari rapat pleno ke 29 dari Wantim MUI," katanya.