KPU Tak Bisa Tandai Caleg Eks Koruptor di Surat Suara

| 20 Sep 2018 13:49
KPU Tak Bisa Tandai Caleg Eks Koruptor di Surat Suara
Komisioner KPU Ilham Saputra. (Diah/era.id)
Jakarta, era.id - KPU tidak akan menandai caleg mantan narapidana korupsi di surat suara Pemilu Legislatif 2019. Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, bentuk surat suara sudah dipublikasikan dan tinggal disebarkan.

"Nama caleg koruptor itu akan kami bicarakan lebih lanjut. Tapi, kalau ditandai surat suara itu sudah tidak, tidak mungkin, sebab surat suara kan sudah kita launching, umumkan. Kami sudah tetapkan seperti itu," ungkap Ilham di Kantor KPU RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (20/9/2018).

Namun, kata Ilham, KPU mempertimbangkan pemberian tanda koruptor bisa dicantumkan pada daftar calon yang ditempelkan di tempat pemungutan suara (TPS).

"Kalau untuk di luar TPS, daftar calon itu bisa saja. Tapi nanti kita akan coba bicarakan juga. Pengalaman kita di TPS-TPS itu kan ada daftar calon yang kita umumkan dengan nama dan gambar dan asal parpol. Nah, apakah nanti kami bisa beri tanda," ujar Ilham.

Lebih lanjut, KPU juga memiliki opsi keterangan eks napi korupsi diumumkan lewat sistem informasi pencalonan (silon) yang diunggah pada situs KPU.

"Setelah DCT sistem informasi pencalonan KPU akan di publikasikan dan disitu akan ketahuan CV riwayat hidupnya. Kemudian SKCK, kemudian surat pernyataan ybs pernah terpidanan kasus korupsi," sebut Komisioner KPU Hasyim Asyari.

Perlu kamu ketahui, Mahkamah Agung mengabulkan dua gugatan perkara uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dari total 12 gugatan yang diajukan. Salah satu gugatannya adalah larangan eks narapidana tindak pidana korupsi yang ikut dalam Pemilu Legislatif.

Pemohon pertama yang dikabulkan adalah pemohon nomor 46 Jumanto yang menggugat Pasal 4 (3) PKPU, yang menyatakan parpol tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi, dan Pasal 11 ayat (1) huruf d soal komitmen pakta integritas.

Pemohon kedua yang dikabulkan adalah pemohon nomor 30 Lucianty Pasal 60 (1) huruf g dan j sepanjang frasa 'mantan terpidana kasus korupsi'. Diuji dengan UU no 7 2017, dan UU no 12 tahun 2011. Amar putusan kabul permohonan sebagian karena bertentangan dengan pasal 182 huruf g UU 7 tahun 2017.

"Putusan ini adalah mengikat sejak diucapkan, terhadap orang-orang yang mengajukan permohonan," tutur Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah di Gedung Mahkamah Agung, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).

Rekomendasi