Sandi membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat ini masih memegang visinya sebagai lembaga yang terbuka dan transparan. Semua data dapat diakses melalui Jakarta Smart City.
Menurutnya, Pemprov DKI bukan ingin menutup diri, tapi belum bisa memberikan banyak keterangan terhadap suatu permasalahan yang masih dikaji keputusannya.
"Karena belum final, nanti ada distorsi, seperti UMP (Upah Minimum Provinsi). Kita belum bisa beri banyak keterangan. Tapi, begitu kebijakan diambil, (menjadi) teknis teman-teman SKPD nantinya," terang Sandi di Balai Kota Jakarta, Jumat, (3/11/2017).
Sandi mengakui, posisinya sebagai aparatur pemerintah yang membuatnya lebih berhati-hati dalam memaparkan pernyataan di depan awak media. Menurutnya, komitmen dari kebijakan itu harus dipegang. Sandi tidak menginginkan, wacana yang masih dalam kajian malah menimbulkan pro kontra.
"Kebijakan kita harus dipegang sebagai sesuatu yang begitu diambil keputusannya dijalankan. Tapi, kalau masih dikaji, jangan diwacanakan, karena akan timbul pro kontra," Imbuh orang nomor dua di DKI itu.
Selain itu, kata Sandi, waktu yang dia punya untuk menanggapi kejaran media itu sangat singkat. Sementara, seorang Gubernur dan Wakil Gubernur itu harus melayani orang banyak.
"Saya waktunya singkat sekali karena orang menunggu lama. Sudah ada beberapa yang kecewa. Manajemen waktu saya jadi pengusaha tepat, sekarang molor karena setiap jalan antar ruangan itu mesti (wawancara)," ketus Sandi.
Sebelumnya, awak media di Balai Kota menyuarakan kesan buruk kepemimpinan Anies-Sandi lewat pemberitaan. Hal itu didasari sikap Anies-Sandi yang irit bicara. Keadaan tersebut diperparah dengan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang enggan memberi komentar atas pertanyaan yang ditanyakan wartawan.